Penakluk Asa

Spread the love

Dalam sebagian besar olahraga Olimpiade, selalu tampak jelas siapa yang menang, karena itu bisa dilihat oleh siapa saja berdasarkan siapa yang melempar paling jauh, yang melompat paling tinggi, yang melintasi garis finis pertama, yang membuat skor lebih banyak, atau yang menembak lebih tepat sasaran.

Namun, senam artistik bukanlah salah satu dari olahraga tersebut. Olahraga ini dimenangkan atau dikalahkan atas pendapat para juri,yang tugasnya menilai teknik, kontrol, eksekusi, ditambah elemen yang sulit didefinisikan; kesenian.

Atlitnya sendiri berusaha menampilkan performa tanpa kesalahan yang dilengkapi dengan interpretasi artistik, bahkan jika itu dinilai tidak ideal dan sulit dicapai. Karena hal-hal semacam itu para hakim selalu sepakat; tidak ada yang sempurna.

Montreal, 1976, itu tahun dimana Olimpiade ke 21 dilangsungkan.

Selama beberapa dekade, kompetisi senam telah didominasi oleh Uni Soviet, dan hari itu mereka membawa tim impian ke Montreal. Ludmilla Tourischeva, Olga Korbut dan bintang baru Nellie Kim.

Di sisi lain, hingga 1976, cabang senam Rumania punya rekor Olimpiade yang sederhana; mereka hanya punya satu medali perunggu.

Tetapi, tahun itu mereka punya gadis baru dalam timnya yang sebelumnya telah menjadi sensasi di Kejuaraan Eropa tahun 1975, di mana dia masuk lima nomor senam dan memenangkan empat diantarnya.

Namanya adalah Nadia Comaneci. Dia baru berusia14 tahun. Sangat muda, namun sangat percaya diri.

Comaneci dibesarkan di kota Onesti, sebuah wilayah miskin Rumania saat itu dan dilatih oleh Bela dan Marta Karolyi.

Mereka menemukan bakat Comaneci saat dia memutar gerobak di taman bermain sekolah ketika berumur enam tahun. Comaneci berlatih enam jam sehari, lima hari seminggu.

Dia dengan cepat menjadi bintang Akademi Karolyi. Dia berada di posisi ke 13 kejuaraan senam nasional Rumania katagori senior ketika baru berusia delapan tahun. Tahun berikutnya, saat usinya sembilan tahun, ia memenangkan kompetisi itu secara langsung.

Pertandingan hari itu di Montreal adalah pertandingan pertamanya di Olimpiade.

Dia mengambil jarak, berlari, melayang di udara, menumpuk telapak tangannya di atas horse vault, melambung lagi lalu mendarat dengan dua kaki yang sempurna, seisi ruangan bersorak!

Para juri telah memberi penilaian, Ketika hasilnya diposting, papan skor menunjukkan 10. Angka yang sempurna. Itu adalah momen yang mengubah Comaneci menjadi bintang.

Dia adalah pesenam pertama yang diberi sepuluh sempurna di pertandingan Olimpiade. Sama seperti untuk astronot, pendaratan adalah segalanya dalam senam.

Di sinilah hakim bisa menemukan kesalahan. Namun, pendaratan gadis ini, dalam satu kata, sempurna.

Hari itu, meskipun kinerja Comaneci sempurna, namun, Uni Soviet memenangkan emas dalam katagori tim di Montreal. Comaneci dan rekan satu timnya mendapatkan perak.

Namun, pertandingan tidak berhenti di situ, masih ada katagori individu dan di nomor ini Comaneci memenangkan seluruh medali emas pada lima nomor pertandingan dengan angka yang sempurna pula, penghargaan paling bergengsi di senam wanita miliknya seorang.

Dia menyingkirkan bintang muda Rusia kharismatik yang pada tahun 1972 mengguncang panggung olimpiade di Munich. Olga Korbut.

Comaneci mengubah gaya senam selamanya, menetapkan standar baru bagi mereka yang datang setelahnya. Dan catatan yang dia tetapkan tidak pernah bisa disaingi oleh siapapun sampai hari ini.

Tidak mungkin ada atlet lain lagi yang bersaing di Olimpiade dalam usia 14 tahun dan pada tahun 2006, sistem penilaian dirombak secara radikal.Tidak ada lagi yang namanya sepuluh sempurna.

Comaneci berdiri sendiri sampai hari ini. Dia membuat sejarah untuk dirinya sendiri untuk selamnya.

Di tempat lain, Salt Lake City, 2002, pertarungan itu hampir pasti akan dimenangkan Lia Jiajun dari China, sebab dia adalah unggulan pertama dengan rekor mentereng.

Juara dunia 12 kali dan memiliki catatan bagus di Olimpiade, dengan 2 perak dan 3 perunggu untuk trek pendek speed skating.

Di belakangnya ada unggulan kedua dari Amerika, juara dunia 8 kali dan pengumpul 2 emas olimpiade, Apollo Onho.

Melengkapi barisan itu ada Mathieu Turcotte dari Kanada dan Ahn Hyun-soo dari Korea juga Steven Bradbury dari Australia, pria yang paling tak diinggulkan, sesudah Olimpiade Musim Dingin 1994 di Lillehammer, di mana dia tersingkir di babak pertama.

Hampir 20 tahun dia aktif di speed skating satu-satunya gelar internasional yang Bradbury miliki adalah medali perunggu sebagai tim estafet speed skating jarak pendek, Olimpiade Musim Dingin pada tahun 1994.

Itu artinya sudah 9 tahun dia bukan siapa-siapa di dunia skating, selain pecundang yang hadir sebagai pelengkap.

Pertarungan hari itu dilangsungkan 8 putaran, sepanjang 1-8 putaran, Bradbury terus berada paling belakang, meluncur dengan sabar dan tenang, dia sama sakali tidak berpikir untuk bergerak mendahului, namun situasi berubah ketika di putaran akhir berjarak kurang lebih 5 meter memasuki finis.

Lia Jiajun mencoba manuver dengan ambisius mendahului Apollo Ohno, alih-alih mendahului dia justru bersama-sama dengan Mathieu Turcotte dan Ahn Hyun-soo juga Apollo, terjembab di atas es karena saling sikut.

Sementra, Bradbury meluncur dengan pelan dan menjuarai pertandingan paling epic sepanjang sejarah olimpiade musim dingin itu, seorang juara yang lahir dari kesabaran dan ketenangan dan tentu saja bukan kebetulan.

Dunia mencatat kemenangan paling dramatis ini dengan sangat baik sementara Bradbury kini menjadi seorang motivator di Australia.

Baca Juga: Supaya Kita Orang Jangan Hanya Menganga

Jauh dari Eropa, pada waktu yang berbeda, saya mengenal Iga, Gadis kecil dari Maghilewa, Inerie, Ngada, NTT. Baru-baru ini, ia dinyatakan lulus beasiswa SMA Taruna Nusantra.

Ada kisah menarik tentang Iga, Ia lahir dari keluarga biasa-biasa saja, di pantai selatan Ngada, tepatnya di Inerie dan seperti kebanyakan orang di Inerie Iga dan keluarganya harus hidup berbentur dengan kekurangan.

Disparitas akses, kesenjangan ekonomi, dan tekanan keterbatasan sumber daya adalah hal yang lumrah terjadi di tempat ini.

Tetapi, ditengah tekanan semacam itu, Iga menolak kalah dan menyerah. Ia berupaya mencari informasi beasiswa, ia melangkah lebih jauh dari tempat kelahirannya untuk mengejar cita-citanya. Dan tentu saja ia mendapatkan beasiswa itu akhirnya meski dengan susah payah dan berdarah-darah.

Saya mendengar bapak ibunya mengalami kesulitan luar biasa saat mengantar Iga mengikuti proses seleksi di kota kabupaten, mereka terpaksa meminjam kendaraan speda motor tetangga. Saya juga melihat Iga tanpa alas kaki saat wawancara daring. Dengan tenang ia menjawab setiap pertanyaan panitia penguji.

Iga kini menjadi contoh bagiamana kekurangan, tak pernah mampu menghambat laju mimpinya. Iga bersama dengan Comaneci dan Bradbury mengajarkan kita bahwa harapan, mimpi dan kerja keras tidak pernah mengkhianti hasil.

Semesta selalu berada di denyut nadi orang-orang yang tidak pernah berhenti bermimpi dan berharap. Doa-doa langit selalu dekat dengan dengan jantung para penakluk asa.

“We must accept finite disappointment, but never lose infinite hope.”

Kutipan oleh Martin Luther King, Jr di atas berdering sepanjang hidup kita hampir setiap hari. 

Kita semua memiliki mimpi dan banyak dari mimpi itu berubah menjadi tujuan  dalam hidup kita. 

Namun, apa yang harus kita lakukan sebagai individu untuk mencapai tujuan ini? 

Bagi saya, untuk mencapai tujuan kita harus memiliki dedikasi, ketekunan, dan kesabaran. 

Tiga elemen kunci penting ini dapat menjadi batu loncatan bagi siapa saja untuk mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan dalam hidup mereka.

Dedikasi berarti mengabdikan diri untuk tujuan yang penting. 

Dalam hidup kita, sangat mudah tujuan kita teralihkan, sebab, hidup kita berubah dan kita merasa ada masalah mendesak lainnya yang mengalihkan tujuan itu.

Kita mengalami cinta, anak-anak, kehilangan, atau elemen lain yang menjauhkan kita dari tujuan yang pernah kita miliki untuk diri kita sendiri. Sukses hanya bisa datang dengan komitmen yang kuat dari dalam diri. 

Bersamaan dengan dedikasi, muncul ketekunan. Kita tidak pernah dijanjikan taman mawar dalam hidup. Semua orang mengalami saat-saat yang menyenangkan dan serentak mengalami masa-masa sulit.  

Namun, berbenturan dengan hal itu sangat bergantung pada cara kita akan menanganinya. Saat itulah kemampuan untuk bertahan kita diuji. 

Kita tidak bisa berlari setiap kali ada kerikil di jalan kita. Kita harus menemukan kekuatan untuk menanggung secara bersamaan hal baik serentak juga buruk yang kita rasakan

Kerikil di sepanjang perjalanan hidup yang kita hadapi bisa membuat kita sangat frustasi, tetapi kita akan menjadi lebih kuat setelah menaklukkannya. 

Saat mengalami frustrasi ini, kita sering berpikir bahwa mimpi kita telah hilang.  Tetapi tepat di situ, mestinya kita harus mengumpulkan kekuatan dan berjalan lagi betapapun itu sangat sulit. 

Berusaha keras dan terus menerus terlepas dari hambatan dan kesulitan adalah apa yang disebut dengan ketekunan. 

Ketekunan adalah suatu kebajikan. Pernyataan itu telah saya ingat sepanjang hidup saya. 

Ibu saya selalu memberitahu kepada saya bahwa kita harus terus bergegas dalam hidup meski badai menghantam kita berkali-kali, sebab, dengan begitu kesabaran kita diuji.

Dunia pada hakikatnya akan selalu menguji kesabaran kita, tetapi kitalah yang memegang kartu tentang cara akan bereaksi dan menghadapi ujian.

Kesabaran boleh jadi adalah kemampuan untuk menahan rasa sakit, masalah, dan kesulitan.

Tidak banyak dari kita yang memiliki kemampuan menguasai kesabaran. Padahal, kesabaran adalah bagian dari teka-teki yang kita semua butuhkan untuk menyelesaikan tujuan kita terutama diwaktu sulit.

Agar menjadi sukses dalam hidup, kita harus tetap fokus. Untuk melakukan itu, kita harus berkomitmen pada mimpi kita dan bertahan selama masa sulit dengan belajar untuk bersabar. 

Apa yang ditunjukan oleh Iga, Comaneci dan Bradbury adalah pelajaran untuk tetap bermimpi ditengah kesulitan, kejar mimpi itu dengan tekun dan sabar.

Ingat, Roma tidak dibangun semalam. Roma  dibangun oleh para penakluk asa.

Di bawah ini ada cuplikan tentang perjuangan Iga:

Salam hangat 

Arnoldus Wea

Co-Founder Gerakan DHEGHA NUA dan Yayasan ARNOLDUS WEA

 

 

 

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai

Satu tanggapan untuk “Penakluk Asa

Komentar ditutup.