IRONI

Spread the love

Kurang-lebih tiga minggu terakhir, media sosial saya – mungkin Anda juga – diramaikan dengan foto-foto yang diedit lewat Voilà AI Artist Foto Editor. Sejenis aplikasi yang tersedia di Google Play ini dirilis pada 18 Maret 2021, terakhir di-update pada 6 September 2022.

Aplikasi ini ditawarkan oleh Wemagine.AI, tiap itemnya berkisar US$1,99-US$20,99. Per Minggu, 18 September 2022, aplikasi ini telah 10.000.000 lebih kali di-download, dengan sekitar 165 ribu ulasan. Mayoritas pengguna memberikan bintang 5. Wouw.

Silakan Anda hitung-hitung sendiri, kalkulasi sendiri, berapa besar keuntungan yang telah diperoleh penawar aplikasi ini. Konversi sendiri ke rupiah. Jangan hanya mau disuap terus sampai urusan sekecil-kecilnya. Coba mulai punya kemandirian kuantitatif. Hahaha.

Voilà AI Artist Foto Editor jelas aplikasi lama. 2021 itu sudah sangat lama, malahan, di tengah dunia yang mengharuskan kecepatan, quickness, di tiap detiknya.

Agaknya, Teman-teman yang terhubung dengan saya lewat media sosial, baru menggunakannya. Tak apa. Memang pepatah lama itu sudah saatnya direvisi: biar late, asal update. Salah juga sih. Update itu sendiri istilah untuk melawan kelambatan, sebenarnya.

Oke, lanjut. Saya ingin menyampaikan poin-poin subjektif berikut. Kalau toh objektif, atau minimal “mewakili apa yang saya pikirkan”, itu bonus. Cukup rakyat atau suara saja yang diwakili. Pikiran, jangan! Independen.

Pertama. Ciri paling kuat manusia modern yang mesti disadari ialah menyukai kebaruan. Logikanya mesti dibalik. Bukan teknologi yang selalu baru maka manusia modern mengikuti kebaruan, tetapi karena manusia modern cenderung menyukai kebaruan itulah, teknologi harus selalu baru setiap saat.

Bolehlah, bagian ini saya sedikit membela antoposentrisme modern. Manusia itu pusat segala sesuatu. Kalau saya membela teknologisme, nanti saya dituduh teknologistis, melihat segala sesuatu hanya sebagai alat saja, lalu berlaku tidak adil terhadap bawahan, nasib buruh tidak diperhatikan, otoriter terhadap sesama, anti-diskusi, membenci debat, dan menolak diskursus atau malah melakukan perang asimetris tipis-tipis.  

Kedua. Tahun 2021, menurut laporan Kominfo, pengguna internet di Indonesia meningkat 11% dari tahun sebelumnya, dari 175,4 juta menjadi 202,6 juta pengguna. SensorTower merilis, jumlah unduhan aplikasi global sebanyak 36,6 miliar pada kuartal I-2021. Jumlah itu meningkat sekitar 8,7% dibandingkan periode yang sama pada 2020 yakni hanya sebanyak 33,7 miliar. Kenaikan ini disumbang oleh unduhan aplikasi di Google Play. 24,4 miliar unduhan pada kuartal I-2020 lompat menjadi 28,2 miliar pada tiga bulan pertama tahun 2021.

Sedangkan, jumlah unduhan aplikasi di App Store menurun dari 9,2 miliar menjadi 8,4 miliar unduhan. 2022 belum dihitung. Apa yang menarik? Yah, betul. Kebaruan yang ditawarkan teknologi, sifatnya sering sesaat. Manusia modern itu cepat bosan. Logika ini juga mesti dibalik. Bukan teknologi dan aplikasi yang sesaat yang menyebabkan manusia modern cepat bosan; tapi karena kecenderungan manusia modern ialah cepat bosan itulah, teknologi dan aplikasi sering tak bertahan lama.

Di era Nametests dan Vonvon, orang ramai-ramai ke sana. Muncul FaceApp, berbondong-bondong ke situ. Sekarang Voilà AI Artist, seru, heboh. Meramal masa depan, sudah. Prediksi kondisi saat tua, sudah. Terlihat lebih imut dan artistik dengan tampilan arsir hitam-putih, sedang. Apa yang akan datang? Kalau generasi milenial langsung merespons pertanyaan saya ini, selamat menjadi kaya, saya ucapkan.

Ketiga. Apa pentingnya poin Pertama dan Kedua di atas? Pintu masuk untuk mengerti soal Anonimitas Massa. Anonymia, Yunani. Namelessness, Inggris. Tanpa nama, Indonesia. Massa yah massa. Penting untuk apa? Untuk persiapan menuju 2024, misalnya. Massa tanpa nama. Ke kanan, ikut ke kanan. Ke kiri, ikut ke kiri. Lantas, tidak baik? Oh, itu bukan urusan saya. Antroposentrisme modern menemui jalan buntu. Tenggelam. Bingung. Tanpa nama.

Keempat. Lalu? Manusia modern juga menghamba pada solusi. Solusinya mana? Apa solusinya? Oh, setelah menyukai kebaruan, setelah cepat bosan, setelah namelessness, tagih solusi? Kali ini saya menghindari penetrasi moral: baik, buruk, boleh, tidak boleh. Kali ini, solusi minta ke Kemenrisetdikti dan Kemenag yang punya cabang dan ranting hingga ke pelosok-pelosok. Urusan moral atau harus bijak, itu tagih ke mereka.

Akhirnya, marilah kita tertawa. Lebih keras. Lebih Panjang. Meledak-ledak, bila perlu. Menertawakan ironi yang kita ciptakan sendiri. Menertawakan diri kita sendiri. Tentu, tentu, setelah selesai baca ini, ada yang mau marah? Serius ada yang mau marah? Sejak kapan, saya menulis untuk buat Anda marah? Namun, sebelum tutup, saya yang akan marah pada Anda. Why?   

Pernahkan Anda membayangkan nasib seniman, para pelukis pensil, yang lahannya telah dirampok oleh Voilà AI Artist? Beberapa dari mereka itu Teman-teman saya. Mereka hidup sederhana. Tidak kaya. Hanya sepertinya sedang berusaha mencari pekerjaan baru. Antroposentrisme modern ternyata kejam juga, yah? Memang kejam. Dari awal itu cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada. Bukan saya berpikir tentang orang lain maka saya ada. Bukan. Bukan itu. Amin. ***

 

Oleh: Reinard L. Meo

 

 

Baca juga tulisan lain di kolom Corak atau tulisan menarik lainnya dari Reinard L. Meo

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai