Seperti Apa Kita Ingin Ngada Diingat Orang?

Spread the love

Ketika dalam suatu perkenalan, Anda menyebut kota asal, lalu reaksi banyak orang adalah mengernyitkan dahi atau terdiam sejenak berusaha mencari nama kota yang baru saja Anda sebutkan dalam ingatan mereka, itu artinya kota asal Anda  belum atau bahkan tidak memiliki citra yang kuat dalam benak publik.

Saya mengalami hal yang sama ketika dalam suatu pertemuan dan berjumpa dengan orang-orang baru dari berbagai wilayah di tanah air.

“Asalnya dari mana Pak?”. “NTT”, jawab saya. Biasanya kalau sang penanya tidak asing dengan NTT, maka pertanyaan akan berlanjut,”NTT-nya dimana?”.  “Flores”, jawab saya. Kalau kata tersebut juga tidak asing, maka  biasanya akan ada pertanyaan lanjutan, ”Floresnya dimana?” dan seterusnya. Sampai akhirnya sang penanya berhenti, lalu mulai membuka cerita tentang apa yang diketahuinya atau mungkin saja pengalamannya tentang NTT dan Flores.

Dari percakapan ini kita boleh berasumsi bahwa paparan informasi tentang Flores agak familiar dalam benak publik. Sedangkan, paparan informasi tentang NTT bisa saja lebih banyak terserap dibandingkan Flores.

Namun, ketika saya sebutkan kata “Ngada”, teman-teman baru saya itu terdiam, sebagian tampak menunjukkan ekspresi berpikir.  Ada yang seolah sedang mengingat, mungkin saja tidak pernah mendengar nama yang saya sebutkan.

Pengalaman semacam ini seringkali saya alami, sehingga, saya lalu secara tidak sengaja berpikir untuk membuat semacam riset kecil. Setiap undangan pertemuan yang saya hadiri, pasti saya berusaha mencari waktu saat rehat/coffe break untuk saling berkenalan, dengan tujuan mengetahui paparan informasi publik tentang Flores, khususnya wilayah Ngada.

Hasilnya,  kebanyakan  orang-orang di luar NTT tersebut lebih familiar dengan Labuan Bajo, Kelimutu, Larantuka (Semana Santa), ada juga—walau pun tidak banyak—yang tahu tentang Wisata Laut di Riung, yang bahkan mereka tak tahu kalau itu termasuk wilayah Kabupaten Ngada.

Citra yang lemah, terjadi pada tempat-tempat yang kurang dikenal karena kecil dan biasanya memiliki daya tarik terbatas.  

Namun, persoalan mendasar (barangkali) adalah karena kegagalan/ ketidakmampuan para pemangku kepentingan dalam mengidentifikasi keunggulan kompetitif dari suatu kota atau tempat. Akibatnya, berbagai usaha konstruktif dan inspiratif (expo wisata, sport, art n culture event tingkat nasional,  dibarengi dengan publikasi dan iklan) seringkali dianggap tidak perlu dilakukan.

Baca Juga: Bikin Cape Saya Saja

Citra merupakan gambaran sesuatu dalam ingatan seseorang. Bisa positif dan bisa negatif. Seperti halnya San Fransisco yang secara positif dikenal para wisatawan dengan berbagai atraksi menarik, tetapi juga diikuti citra negatif tentang peredaran obat terlarang.

Atau Barcelona, kota tepi laut yang sangat indah dan merupakan tujuan para turis nomor satu di Spanyol. Dibalik citra positif tersebut, Barcelona juga dikenal karena para pencuri yang sangat terorganisir. Mereka memiliki berbagai cara untuk membuka tas atau mencopet dari kantong Anda.

Bandingkan juga dengan kota Garut penghasil dodol. Begitu banyak daerah di Indonesia yang mampu memproduksi dodol, tetapi dodol Garut memiliki citra sangat kuat dalam benak konsumen dibandingkan tempat lain. Atau Cianjur yang terkenal dengan berasnya. Beberapa daerah lain bahkan mendatangkan beras ke Cianjur hanya untuk melabelkan dan mengemas produknya dengan beras Cianjur.

Lebih spesifik dari sekedar citra, suatu tempat atau destinasi harus mulai memusatkan perhatian untuk melakukan langkah revolusioner yaitu branding. Branding—dalam segala bentuknya—adalah berhubungan dengan citra, pengaruh, persepsi, dan reputasi.

Brand suatu tempat atau kota  adalah “gambaran mental” yang dimiliki orang lain terhadap suatu tempat atau kota. Gambaran mental tersebut mencakup pengetahuan orang tentang tempat tertentu, perasaan dan pengalaman yang menimbulkan ikatan emosi terhadap tempat tertentu, serta evaluasi orang untuk membandingkan suatu tempat dengan tempat lainnya sehingga mendorongnya untuk berkunjung / bekerja / berinvestasi pada tempat tertentu.

Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa terbaru tentang Prospek Urbanisasi Dunia menyebutkan, setengah dari populasi dunia sebesar 6,7 miliar sekarang tinggal di lingkungan perkotaan. Kondisi ini akan menjadi tantangan bagi kota-kota di dunia, khususnya di Asia dan Afrika.

Terjadi persaingan antar kota untuk menjadi pilihan terbaik bagi calon wisatawan, investor, pelaku bisnis, mahasiswa, dan orang-orang berbakat.  Setiap kota atau tempat akan berlomba untuk fokus pada usaha-usaha menyampaikan keunggulan kompetitif dan relevan yang menjadi kebutuhan manusia masa kini.

Kompleksitas tantangan yang dihadapi kota sebagai ruang hidup, entitas ekonomi, dan entitas politik, mendorong branding menjadi salah satu aspek terpenting dari strategi pemasaran tempat (place marketing). Pemasaran tempat adalah tentang perancangan sebuah tempat untuk memuaskan kebutuhan pasar yang menjadi targetnya. (Kotler, 1993).

Upaya di atas dianggap berhasil apabila telah memenuhi harapan warganya, memenuhi harapan para pelaku bisnis di kota tersebut, memenuhi harapan  para investor, dan memenuhi harapan para wisatawan dengan apa yang tersedia di sana. Dengan cara ini, suatu kota atau tempat telah menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.

San Fransisco sampai Barcelona, atau sebatas Garut menuju Cianjur telah mendapat tempat dalam ingatan publik. Sebagian tentang banyak hal positif, dan sebagian kecil negatif.

Bagaimanapun, itu akan menentukan seperti apa kota atau tempat tersebut di waktu yang akan datang,—seberapa besar mereka akan meraih sukses dalam persaingan untuk menarik perhatian publik.

Dan untuk saya, Anda, kita, dan  para pemangku kepentingan di Ngada, seperti apa kita ingin Ngada diingat orang?

Oleh: Yuventus Newin Bylmoreno

 

Baca juga tulisan lain di kolom Corak atau tulisan menarik lainnya dari Yuventus Newin Bylmoreno


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai

Satu tanggapan untuk “Seperti Apa Kita Ingin Ngada Diingat Orang?

Komentar ditutup.