Berpolitik: Catatan HUT ke-47 Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Spread the love

Pada hari ini (17/03/2021), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merayakan ulang tahunnya yang ke-47 ditengah tekanan pandemi COVID-19. 

Dalam gairah usia yang baru dan tekanan pandemi, tahun ini, PPNI menetapkan tema “Perawat Tangguh, Indonesia Bebas Covid-19 dan Masyarakat Sehat” sebagai ide pokok perayaan ulang tahun.

Tema ini jelas menggambarkan bahwa ditengah pandemi COVID-19, perawat merupakan garda terdepan sekaligus tembok pertahanan terakhir dalam penanganan COVID-19 yang berjuang secara terus-menerus mengemban tugas dan amanah sebagai profesional pemberi asuhan.

Terlepas dari tuntutan partisipasi perawat dalam upaya menuntaskan pandemi COVID-19, seperti yang tergambar dalam tema di atas, perawat juga diperhadapkan dengan berbagai persoalan serius yang menjadi pekerjaan rumah besar untuk diselesaikan.

Dalam rentang setahun, pasca merebaknya kasus COVID-19, perawat Indonesia harus berhadapan dengan beragam masalah. Yang paling buruk tentu saja gugurnya 264 perawat (data 16 Maret 2021) saat bertugas merawat pasien COVID-19.

Selain kematian, masalah penting lain yang dialami perawat adalah upah kerja yang tersendat, tidak mendapat upah, dibayar murah meski kerja bertaruh nyawa, dibayar lebih murah meski memiliki beban kerja yang besar, dikriminalisasi, mendapat caci maki dari pejabat, diintimidasi oleh pasien, diusir dari tempat tinggal karena menjadi perawat COVID-19, dan ditolak jenazahnya untuk dimakamkan.

Rentetan permasalahan di atas, hampir sebagian besar adalah kasus yang sebetulnya adalah kejadian berulang, yang beberapa diantaranya, bahkan, dianggap lumrah, terutama, persolan mengenai upah murah perawat.

Terlibat dalam Politik Praktis

Berhadapan dengan berbagai masalah yang ada, mestinya perawat harus mulai memikirkan ulang tentang bentuk tata kelola perawat di Indonesia yang lebih baik agar perawat bisa bebas dari himpitan persoalan.

Saat ini, desain pengembangan profesi keperawatan, masih berfokus pada area pendidikan dan pengembangan kompetensi berkelanjutan serta upaya-upaya lain terkait dengan penetapan regulasi yang mendukung praktik keperawatan profesional.

Upaya pembangunan profesi melalui sektor tata kelola pendidikan dan regulasi adalah langkah fundamental penting, tetapi, implikasi tindakan ini dilapangan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan perawat terlihat belum maksimal.

Dalam bingkai semangat perayaan usia yang baru, perawat pada akhirnya membutuhkan visi baru yang jauh lebih radikal untuk mengadvokasi kepentingannya.

Upaya advokasi kepentingan perawat ini, bisa kita mulai dari keterlibatan perawat secara tegas dalam politik praktis, baik itu di level birokrasi pemerintahan maupun jabatan organisasi lain yang bersinggungan dengan kepentingan perawat.

Wacana perawat untuk terlibat dalam politik sejauh ini masih sangat samar dan belum terarah dengan baik, meski dalam berbagai kesempatan gagasan ini diucapakan oleh perawat di ruang publik.

Ada banyak hal yang ditenggarai sebagai penyebab kurangnya perhatian perawat terhadap politik diantaranya perawat menganggap memiliki citra negatif, berprilaku naif terhadap politik, dan memiliki pandangan yang rumit tentang politik.

Kondisi ini tentu bertentangan dengan konsensus yang diterangkan oleh pakar keperawatan. Selama hampir empat dekade, banyak sarjana keperawatan menyerukan agar profesinya mengembangkan kader perawat yang aktif secara politik untuk bersaing memperebutkan sumber daya yang langka.

Para ahli telah mengemukakan berbagai alasan mengapa seruan agar perawat aktif secara politik adalah hal yang etis dan benar untuk dilakukan.

Pakar manajemen keperawatan Marquis and Huston (2017), misalnya, menjabarkan pentingnya politik untuk membantu perawat dalam mengakumulasi kekuatan, otoritas, dan legitimasi dalam menentukan kebijakan terkait organisasi keperawatan.

Bagimanapun, perawat harus terlibat aktif dalam politik, sebab kesehatan sebagai sektor kerja perawat adalah medan yang sangat kompleks, politis, seringkali kompetitif dan terus diperebutkan dalam arena politik.

Perawat harus menjadi aktivis politik untuk menjaga profesinya dari kebijakan yang tidak sehat, untuk diperbaiki melalui politik dan perubahan kebijakan publik. 

Tata kelola kebijakan kesehatan di Indonesia saat ini, sebagian besar telah terpolarisasi di sepanjang garis kepentingan politik dan agenda partisan.

Oleh karena itu, agar perawat dapat memengaruhi tata kelola tersebut, perawat harus terlibat dalam politik dan terampil secara politik. 

Argumen politik di sepanjang garis partai memiliki konsekuensi bagi sektor kesehatan yang luas dan serius. Perubahan nasional dalam filosofi politik dapat dengan cepat mengubah lingkungan kebijakan kesehatan. 

Politik kesehatan adalah wilayah yang penuh dengan kepentingan pribadi dan berbagai prioritas yang saling diperebutkan, dan pada tingkat nasional kompleksitas ini berkembang secara eksponensial dari waktu ke waktu.

Saat ini, perawat memiliki dukungan sumber daya yang memadai untuk terlibat dalam politik di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, di Indonesia, perawat merupakan angkatan kerja terbesar di sektor perawatan kesehatan dengan jumlah mencapai 345.508 orang perawat terdaftar.

Jumlah ini adalah besaran basis elektoral yang sangat kuat untuk menghasilkan suara yang signifikan dalam pertarungan politik.

Selain itu, sebagai kelompok penyedia layanan kesehatan terbesar, perawat berada dalam posisi yang unik dan berpengaruh dalam pelayanan sebagai pembela pasien, komunitas dan profesi keperawatan.

Dengan memanfaatkan jumlah yang besar, perawat dapat mengahasilkan pengaruh yang mampu mendesak perubahan kebijakan perawatan kesehatan yang berpihak pada pasien dan perawat itu sendiri.

Kedua, diantara semua profesional perawatan kesehatan, perawat adalah profesi yang paling dekat dengan pasien dan konsumen perawatan kesehatan.

Dengan demikian, perawat menjadi kelompok profesional kesehatan yang memiliki pengetahuan langsung tentang masalah kebijakan kesehatan termasuk implikasinya bagi pribadi perawat itu sendiri.

Ketiga, modal besar perawat yang tak kalah penting dalam keterlibatan politik adalah perawat memiliki pendidikan, pengalaman, dan pengetahuan yang diperlukan yang akan memungkinkan perawat dapat menjadi memimpin dalam menangani masalah kesehatan.

Perawat Indoensia harus bergerak masuk dan naik ke atas panggung politik untuk melindungi profesinya dari ancaman internal dan eksternal yang dapat dipengaruhi oleh proses politik dan perubahan kebijakan publik. 

Profesi perawat ada karena kebijakan publik mengakui asuhan keperawatan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan masyarakat. 

Kesadaran dan keterlibatan aktif perawat dalam berpolitik adalah kekuatan utama yang mencetuskan bentuk praktik keperawatan berkualitas dan memainkan peran utama dalam menghadirkan lingkungan kerja perawat yang kondusif.

Mengisi Momentum

Saat ini, ada kecendrungan terjadinya peningkatan keterlibatan perawat dan asosiasi keperawatan dalam tindakan politik dan kebijakan publik meski belum diimbangi dengan pertumbuhan yang signifikan yang berpengaruh pada perubahan situasi praktik keperawatan yang lebih baik.

Momen ini mestinya dimaksimalkan oleh perawat Indoensia untuk belajar terlibat aktif ke dalam aktivitas politik.

Peluang ini terbuka semakin lebar karena peningkatan permintaan akan solusi untuk masalah akut kesehatan termasuk ancaman kekurangan pekerja saat ini dan di masa depan, meningkatnya kebutuhan akan perawatan ahli untuk orang lanjut usia dan penyakit paliatif, serta adanya minat publik terhadap dunia keperawatan.

Kita terus melihat adanya kesadaran global yang lebih besar tentang pentingnya investasi dalam kesehatan sebagai barang publik, dan kontribusi aktual dan potensial perawat yang sangat besar untuk mendorong perbaikan masalah kesehatan, menciptakan kesetaraan gender dan memperkuat ekonomi.

Selain itu, lebih banyak perawat menemukan keberanian untuk menjadi “pemecah keheningan” dan bergabung dengan gelombang protes di seluruh dunia terhadap kekerasan, pelecehan seksual dan perilaku kasar lainnya terhadap perempuan.

Dalam beberapa tahun terakhir bahkan diagnosa keperawatan telah menukik jauh berupaya mengatasi masalah pasien migran.

Seperti tema ulang tahun PPNI ke-47 tahun ini, perawat diharapkan menjadi professional kesehatan yang tangguh sekaligus sebagai aktor utama dalam menggerakan perubahan.

Perawat harus menjadi jantung dari sistem kesehatan berkelanjutan yang mampu memenuhi kebutuhan individu dan populasi, untuk saat ini, inovatif serta mudah beradaptasi untuk masa depan seperti tema International Nurses Day tahun ini “Nurs es: A Voice to LeadA vision for future healthcare

Berakar pada kenyataan, namun berpikir visoner, perawat bekerja untuk membentuk layanan yang berkelanjutan, berkualitas tinggi, efektif dan terjangkau yang sesuai untuk masa depan, dan tanggap terhadap tantangan zaman yang bergejolak.

Perawat  harus fokus bekerja pada tempat yang paling membutuhkan dan di tempat yang paling berpotensi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan untuk mengurangi ketidaksetaraan.

Dan sekali lagi, untuk mewujudkan semua harapan dan niat baik ini, perawat  Indonesia harus berpolitik agar bisa menghasilkan kebijakan sebagai panduan operasional kerja lapangan.

Dirgahayu PPNI!

 

*) Gagasan kolumnis ini adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian dari tanggungjawab redaksi

Oleh: Petrus Kanisius Siga Tage

 

Baca juga tulisan lain di kolom Gagasan atau tulisan menarik lainnya dari  Petrus Kanisius Siga Tage


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai