Birokrasi Ngada Bermasalah, Tidak Siap Mendukung Tanta Nela Paris

Spread the love

Salah satu entitas penting Negara adalah birokrasi. Birokrasi dapat dipandang sebagai sebuah motor penggerak pembangunan yang di dalamnya terdapat formasi terstruktur dengan pembagian kerja yang jelas berupa tugas dan tanggung jawab, serta wewenang yang terikat oleh aturan perundang-undangan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan operasional.

Sebagai agen pemerintah, birokrasi memiliki fungsi utama sebagai pelaksana (to implement) kebijakan yang diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers).

Di daerah misalnya, selain menjalangkan fungsi manajemen dan pelayanan publik, birokrasi bertujuan untuk menyukseskan agenda pembangunan yang tertuang dalam visi dan misi kepala daerah.

Masyarakat dan pengambil kebijakan sudah bisa mengestimasi sejauh mana target pembangunan bisa tercapai, dengan melihat keadaan birokrasi.

Oleh karenanya, kualitas birokrasi merupakan hal penting yang mesti disiapkan terlebih dahulu sebelum menjalankan berbagai agenda dan program pembangunan.

Sebaik apapun visi dan misi kepala daerah, jika motor atau mesin penggerak mengalami kerusakan atau setidaknya terganggu, maka hampir dapat dipastikan, program-program pembangunan tidak bisa berjalan efektif.

Kita dapat melihat betapa pentingnya kesiapan birokrasi di daerah dalam menyukseskan pembangunan.

Ibarat sebuah perjalanan, berhasil atau tidaknya kita dalam mencapai tujuan tidak hanya tergantung dari seberapa jauh jarak yang hendak ditempuh atau rute mana yang akan kita pilih.

Hal yang paling penting adalah menentukan jenis kendaraan apa serta bagaimana kondisi kesiapan mesin.

Memaksakan diri dengan menganggap mesin kendaraan sedang baik-baik saja sangat mungkinkah terjadinya masalah di tengah jalan sehingga, kita sulit mencapai tujuan bahkan tersesat atau mengalami kecelakaan.

Begitu pula dengan birokrasi. Seorang kepala daerah sebagai pengendali kendaraan, harus bisa memastikan kondisi birokrasi terlebih dahulu sebelum menjalankan program kegiatan.

Ukuran kualitas birokrasi digambarkan oleh beberapa hal misalnya, prilaku birokrasi dan persepsi masyarakat itu sendiri terhadap pelayanan publik.

Permenpan-RB No.26 Tahun 2020, menargetkan tiga hal dalam mewujudkan good government, antara lain:

Pertama, mewujudkan pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah, lebih aman, dan lebih mudah dijangkau).

Kedua, meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standardisasi pelayanan.

Ketiga, meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik oleh masing-masing penyelenggara di semua level, termasuk pemerintah daerah.

Permenpan-RB di atas menggambarkan bahwa, prsepesi publik turut memberikan sinyal tentang kualitas birokrasi. Kekisruhan atau polemik di masyarakat mengenai birokrasi dan pelayanan publik menunjukkan suat keadaan bahwa, birokrasi sedang tidak baik-baik saja.

Persoalan birokrasi di daerah selama ini telah menjadi topik menarik bagi para politisi dalam memberikan harapan-harapan kepada masyarakat.

Namun, upaya pembenahan birokrasi sering kali hanya digaungkan oleh Calon Kepala Daerah di musim politik tetapi sulit diimplementasikan ketika sudah terpilih.

Agenda politik dengan istilah “sapu-sapu bersih kotoran” yang dipakai politisi misalnya, kerap kali hanya tegas di saat kompanye tetapi melunak setelahnya.

Kualitas birokrasi tidak hanya berhenti pada urusan managerial, mulai dari penempatan jabatan, baik struktural maupun fungsional, atau hanya soal pembagian kerja di dalamnya.

Hal lain yang tidak bisa dipisahkan dari urusan birokrasi berkaitan dengan proses penegakan hukum terhadap fenomena-fenomena penyimpangan yang dikeluhkan oleh masyarakat akhir-akhir ini di daerah termasuk di Ngada.

Ada banyak hal yang terlihat miris sebagai potret buruknya birokrasi dalam aspek penegakan hukum di Ngada selama ini. Berikut fakta-fakta empiris di lapangan.

Pertama, proyek mangkrak seperti GOR Wolobobo dan Penataan Lapangan Kartini Bajawa. Sampai sejauh ini masyarakat belum melihat adanya ketegasan pemimpin sebelumnya dalam mendorong upaya penegakan hukum terhadap kasus GOR Wolobo yang bergulir sejak tajun 2019.

Begitu juga dengan penataan taman lapangan kartini Bajawa yang semestinya proyek tersebut berakhir setelah penambahan waktu 50 hari kerja per tanggal 15 Desember 2019.

Masyarakat tentu ingin melihat bagaimana proses penyelesaian hukum terhadap dua kasus itu. Apakah masalahnya disebabkan oleh kelalaian pelaksana proyek atau melibatkan pejabat di tubuh birokrasi?

Kegagalan proyek penataan lapangan kartini dengan nilai kurang lebih Rp. 5,6 Miliyard bisa diperediksi didiamkan begitu saja seperti proyek Gor Wolobobo dengan nilai anggaran sebesar Rp. 8 Milyar.

Kasus-kasus seperti di atas mencerminkan adanya kelemahan birokrasi yang kemudian menjadi pertanyaan publik, apakah hal tersebut sebatas potret ketidaktegasan para pengambil keputusan atau justru ikut terlibat melalui tindakan korupsi dan penyelewengan anggaran?

Baca Juga: Tantangan Kepemimpinan AP-RB di Ngada

Jika benar, kegagalan terhadap dua proyek tersebut ikut menyeret aktor di dalam tubuh birokrasi dengan melakukan penyimpangan, hal itu mengisyaratkan bahwa, ada pejabat di tubuh birokrasi yang memiliki karakter buruk.

Dan dengan demikian, menutup mata terhadap dua kasus tersebut lalu tidak menemukan jawaban yang bisa saja melibatkan pejabat, sama halnya melakukan pembiaran terhadap aktor-aktor penyimpangan sehingga tetap berkeliaran di dalam tubuh birokrasi melalui proses rotasi jabatan yang akan dilakukan oleh Bupati dan Wakil Pubati terpilih saat ini.

Kedua, masalah tersendatnya gaji para tenaga pendamping PKH. Persoalan ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena ada faktor sebab yang ditimbulkan melalui temuan LHP inspektorat beberapa waktu lalu mengenai penyalahgunaan keuangan pada Dinas Sosial Kabupaten Ngada.

Ketiga, masalah tumpang tindih data kesejahteraan sosial masyarakat dan kekisruhan di tingkat desa. Fakta ini terungkap pada saat terjadi kekisruhan di desa mengenai Bantuan Sosial Tunai (BST) di pertengahan tahun 2019 yang lalu, 

Masalah serupa ternyata masih terjadi di lapangan sampai saat ini. Keluhan-keluhan masyarakat di beberapa desa saat ini, sangatlah kompleks yang pada intinya setiap persoalan harus digali kebenarannya.

Apakah sejumlah polemik di tingkat desa lebih pada kurang harmonisnya hubungan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah desa atau justru ada modus korupsi yang sedang disorot oleh publik? 

Keempat, Kasus Bank NTT. Dari sejumlah masalah, yang lebih menyita perhatian publik adalah masah Bank NTT.

Patut diduga adanya keterlibatan pelaku di tubuh birokrasi sehingga kasus yang sudah terang benderang mengenai besarnya nilai ganti rugi oleh Bank NTT nyatanya belum ditindaklanjuti sampai saat ini.

Masyarakat tentu bertanya, jika pemangku kepentingan pada tubuh birokrasi Ngada benar-bebar bersih, mengapa tidak tegas dalam memberikan tuntutan agar pihak bank NTT segera mengganti gerugian kas daerah tersebut?

Pertanyaan ini kemudian bisa memunculkan sebuah hipotesis yang membutuhkan jawaban yakni, “adanya keterlibatan pejabat daerah dalam kasus Bank NTT sehingga berpengaruh terhadap rendahnya ketegasan Pemerintah Daerah dalam menuntut pihak BANK NTT”.

Selain persoalan normatif terkait manajemen birokrasi selama ini, terhadap sejumlah masalah lapangan yang diangkat di atas, setidaknya memberikan gambaran bahwa birokrasi Ngada saat ini sedang tidak siap menyukseskan “Tanta Nela Paris”.

Jika kepala daerah saat ini menutup mata dengan tidak adanya upaya mendorong investigasi dan proses penegakan hukum di dalamnya, maka, visi-misi Bupati dan Wakil Bupati rasanya sulit tercapai.

Program serta anggaran “Tanta Nela Paris” dan penanganan Covid bisa saja dikorupsi atau di mark-up oleh birokrat yang bersentuhan langsung dengan sejumlah masalah yang telah dipaparkan di atas, terutama, jika mereka masih berkeliaran bebas dan belum tersentuh melalui proses hukum.

Kita ingin melihat Bupati dan Wakil Bupati Ngada yang baru, dapat meningkatkan kinerja inspektorat dan ruang penegakan hukum di Ngada, meskipun kewenangan intervensi itu sedikit dibatasi oleh Undang-undang.

Kita ingin mengingatkan Bupati dan Wakil Bupati Ngada terhadap janji politik sebelumnya yang bergema di panggung kampanye jangan sampai menguap dan hilang.

*) Gagasan kolumnis ini adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi

 

Oleh: Bernadus Gapi

 

 

Baca juga tulisan lain di kolom Gagasan atau tulisan menarik lainnya dari Bernadus Gapi


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai