Semerbak Valentine dan Defisit Cinta Warga Negara Indonesia

Spread the love

Posisi Berpikir

Penulis ingin mengelaborasi dua tema besar yang saling berkaitan, yakni: perayaan Valentine dan cinta. Argumen pupuler selama ini mengidentikkan perayan Valentine sebagai perayaan cinta-kasih antar pasangan. Jika cinta-kasih adalah nada dasar dari Valentine, apakah benar cinta kasih itu merupakan hubungan ekslusif antara dua orang yang memiliki hubungan khsusus dan spesial?

Gejela simplifikasi makna cinta-kasih pun akhirnya menimbulkan efek lanjutan berupa perayaan valentine sebagai perayaan selebral anual semata. Layaknya kembang api yang mekar beberapa detik di langit, dan selanjutnya hanya menyisakan kehampaan dan bau belerang yang segera dihapus angin zaman.

Apakah cinta-kasih hanya persoalan sehari saja? Apakah cinta kasih hanya sebatas cokelat dan pernak pernik cinta yang telah banyak dimanipulasi dengan logika pasar kapitalistik? Apakah cinta kasih ‘semurah’ itu?

Konstruksi berpikir yang ingin ditawarkan oleh penulis di sini terangkum dalam beberapa gagasan dasar: Pertama, cinta kasih itu bersifat sosial dan terbuka. Kedua, secara prinsipil, cinta kasih itu kata kerja bukan kata benda. Ketiga, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, cinta kasih itu menjadi forma seluruh makna Pancasila. Keempat, dalam konteks forma makna Pancasila ini, banyak gesekan sosial aktual dapat dibaca sebagai bentuk defisit cinta warga negara Indonesia.

Cinta Sosial: Cinta Kata Kerja

Cinta pada hakekatnya bergerak ke luar. Ia menyapa yang lain (ad alterum). Ia tidak terjebak dalam dirinya sendiri. Cinta yang menjebakkan diri dalam diri sendiri bukanlah cinta yang sejati. Dengan menyapa yang lain, cinta menghidupkan dirinya sendiri. Manusia yang mencintai adalah manusia yang mengarahkan hatinya kepada orang lain.

Namun, dengan menyapa orang lain, ia tidak terasing dari dirinya sendiri. Dengan mencintai, manusia justru menegaskan otonomitas dirinya yang otentik. No man is an island. Dalam relasi cinta, sejatinya terealisasi kehidupan sosial yang sempurna (sosialitas perfecta) tanpa mengabaikan otonomitas dan keunikan tiap individu.

Sebagaimana yang dikatakan Charles Cooley (1864-1920), otonomi individu dan sosialitas merupakan “realitas tunggal” manusia. Keduanya bagaikan dua sisi pada satu koin mata uang hidup manusia yang sama. Sebagai manusia, ia memang persona, namun ia harus dipersonalisasikan. Usaha personalisasian tersebut membutuhkan orang lain.

Contohnya: seorang guru hanya dapat berarti sebagai guru jika ada murid. Manusia terikat dengan orang lain namun juga menjaraki dan melampaui ikatan tersebut. Sejatinya, semakin kita menuju keunikan sebagai pribadi, semakin berkembang juga kualitas sosialitas kita.

Secara prinsipil, cinta kasih adalah kata kerja bukan kata benda. Sebagai kata kerja, cinta kasih itu dinamis dan bergerak. Ia terealisasi dalam perbuatan nyata. Berbeda dari cinta sebagai kata benda yang tertutup dan statis. Kita tidak bisa mengatakan bahwa “saya memiliki cinta” tanpa adanya suatu aktus mencintai. Cinta itu mengalir dalam perbuatan.

Orang yang berbicara tentang cinta tanpa pernah melalukan perbuatan cinta seperti “gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.” Dengan kata lain, cinta kata kerja selalu bergerak dan mengalir keluar dari dirinya dan menyapa sesama. Ia seperti mata air yang mengalir dan memberi kehidupan bagi segala sesuatu yang dilewatinya.

Cinta Kasih dalam Pancasila

Negara kita adalah negara Pancasila. Pancasila menjadi dasar filosofis yang menggerakkan seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara seluruh warga negara Indonesia. Driyarkara, seorang filosof dan negarawan Indonesia pernah membuat suatu refleksi filosofis tentang cinta kasih sebagai forma dari seluruh sila dalam Pancasila.

Mengutip Ludwig Binswanger, Driyarkara kemudian menjelaskan bahwa ada bersama (Mit-sein) itu seharusnya berarti berada bersama dengan hormat dan cinta kasih (libendes Mit-sein). Manusia itu menurut kodratnya adalah kecintaan. Cinta-kasih inilah yang dipandang oleh Driyarkara sebagai landasan pemersatu sila-sila Pancasila. Dalam Pancasila termuat relasi cinta antara manusia dan Tuhan (Sila I) dan antar sesama manusia (Sila II-V).

Dalam peta refleksi filosofis Driyarkara tentang Pancasila, berdasarkan pada kodrat manusia sebagai makhluk yang mencintai, maka Driyarkara menyimpulkan bahwa dari kelima sila Pancasila dapat dirumuskan menjadi dwi sila, yaitu cinta kepada Tuhan dan kepada sesama manusia, dan dwi sila itu sebetulnya adalah eka sila, sebab cinta kasih kepada sesama manusia termuat dalam cinta kasih kepada Tuhan.

Dengan kata lain, dasar yang menggerakan seluruh hidup berbangsa dan bernegara seluruh masyarakat Indonesia adalah kasih. Tanpa cinta-kasih yang menjiwai seluruh dimensi kehidupan sosial politik bangsa Indonesia, maka sejatinya, masyarakat Indonesia sedang mengingkari Pancasila in se.

Semerbak Valentine VS Fenomena Defisit Cinta

Implementasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila merupakan ihwal penting dalam membangun tata kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam forma cinta-kasih, implementasi nilai-nilai Pancasila, baik nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan maupun keadilan adalah bentuk pengungkapan dan realisasi cinta kepada Tuhan dan sesama.

Dalam peta refleksi Driyarkara, ekasila dari Pancasila adalah cinta-kasih yang dijabarkan dalam dwisila, yakni kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Karena ciri-ciri sila-sila dalam Pancasila sebagai dasar kesatuan Negara adalah saling mengisi dan mengkualifikasi, maka sila yang satu tidak boleh bertentangan dengan sila yang lainnya. Dalam pengertian inilah, kita dapat memahami bahwa cinta kepada Tuhan meluas pada cinta terhadap sesama.

St. Thomas Aquinas, filosof besar Abad Pertengahan mengatakan: habitus caritatis non solum se extendit ad dilectionem Dei, sed etiam ad dilectionem proximi.Habitus cinta-kasih tidak hanya terarah kepada Tuhan semata, melainkan juga meluas pada kasih kepada sesama.

Gesekan sosial yang terjadi akhir-akhir ini menampakkan gejala heterophobia yang sangat akut. Ada fenomena phobia sosial terhadap ‘yang lain’. Kita dengan mudahnya terjebak dalam ekslusivisme buta yang gagal merangkul ‘yang lain’ sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Dalil cinta kepada Tuhan yang lebih banyak ditunggangi pelbagai kepentingan egoistik dalam pakaian agama, telah membutakan mata banyak orang untuk memperjuangkan cinta kasih yang terarah pada perdamaian sejati.

Mulai dari rasisme bagi saudara-saudari di Papua hingga gesekan sosial berupa intoleransi masalah pembangunan rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, seakan menunjukkan symptom defisit cinta kasih yang memprihatinkan dalam diri masyarakat Indonesia.

Momentum Valentine menyisakan ruang kosong yang perlu diisi dengan refleksi akan cinta yang mendalam dan hakiki. Semerbak Valentine sejatinya perlu menggugah kesadaran palsu (pseudo-kesadaran) tentang cinta sosial yang kini kian terasing dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Kita mungkin akan melewati tanggal 14 Februari sebagai momentum sesaat, di mana cokelat dan pernak-pernik Valentine bertebaran di sekitar kita. Namun, apakah kita masih saja “nyaman” merayakan momentum perayaan cinta-kasih dengan pasangan, di saat banyak saudara-saudari kita yang dirampas hak asasinya?

Jika kita menyempatkan diri untuk menyelami lebih jauh makna cinta-kasih dan bersedia membuka diri untuk mengubah pola pikir dan pola laku kita, mungkin kita dapat memberikan secercah cahaya pengharapan di tengah kepungan gelap-gulitanya hidup berbangsa dan bernegara tanpa cinta.

Semoga sumbu cinta-kasih yang mulai pudar nyalanya ini dapat tidak lekas dipadamkan oleh kebencian terhadap sesama kita yang berbeda, melainkan lekas diselamatkan dengan kesadaran untuk menemui wajah-wajah yang terluka sebagai saudara yang perlu dicintai. Selamat berefleksi!

*) Gagasan kolumnis ini adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi

 

Oleh: Giovanni A. L Arum

 

Baca juga tulisan lain di kolom Gagasan atau tulisan menarik lainnya dari Giovanni A. L Arum


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai