Casablanca: Cinta Yang Memar, Patriotisme dan Perang Yang Menghancurkan

Spread the love

Judul: Casablanca
Tahun: 1943
Sutradara: Michael Curtiz
Rumah Produksi: Warner Bros

***

Dunia saat ini, masih digempur perang skala besar secara terus menerus, dari konflik bersenjata, proxy war hingga perang dagang. Semuanya terasa suram, menghantam ekonomi secara kejam yang serentak meningkatkan prospek wabah kelaparan di seluruh penjuru dunia.

Tidak cukup sampai disitu, selubung rasisme, xenophobia, dan kebencian terus meningkat dan menyingkirkan kelompok minoritas dari tempat asalnya secara brutal.

Hari-hari ini, makin banyak politisi rasis yang berkuasa dan pengungsi yang melarikan diri dari kelompok psikopat yang kejam dinegaranya. Gelombang migrasi dan akibat buruknya telah terjadi di segala penjuru dunia.

Kondisi semacam di atas menjadi semacam pengulangan masa awal Perang Dunia II, saat Nazi menguasai Eropa. Dan film Casablanca, merekam kisah itu dengan amat jelas. 

Film ini, meskipun dibuat lebih dari 75 tahun yang lalu, ia telah di daulat berulang kali sebagai salah satu film romantis terbaik sekaligus menjelma menjadi simbol perjuangan melawan kejahatan dan keberpihakan pada migran. 

Casablanca telah berdiri mewakili pernyataan politik yang berani melalui sikap anti fasis yang diglorakan oleh Nazi

Gambaran Film Casabalnca

Desember 1941, kota pesisir Maroko, Casablanca, telah menarik banyak orang dari seluruh penjuru dunia, khususnya orang-orang Eropa yang diduduki Nazi.

Banyak migran yang datang dari seluruh penjuru Eropa untuk menyelamatkan diri dari peperangan dan pembantaian berdarah yang dilakukan Nazi.

Kebanyakan dari mereka yang datang adalah penjudi, pengungsi, tentara Nazi, pejuang, hingga penjahat amatir.

Orang-orang ini sering berkumpul dan bertemu di Rick’s Caf Amricain, klub malam mewah yang dimiliki oleh orang Amerika, Rick Blaine (Humphrey Bogart). Dengan latar belakang live musik, minuman, dan asap cerutu,—Rick’s Cafe tampak sangat mengasyikkan.

Rick adalah seorang ekspatriat Amerika dengan masa lalu yang kompleks. Saat ini, ia hanya tertarik untuk menjalankan bisnisnya meski ia memiliki sejarah pertempuran dalam Perang Saudara di Spanyol.

Kini, Rick tidak peduli dengan perang, ia justru marah dan sinis, “Aku mencengkeram leher siapa pun” untuk menyatakan bahwa kini, ia adalah pribadi yang netral dan bebas—tidak berafiliasi pada kelompok manapun

Suatu waktu, Ugarte (Peter Lorre) datang ke Rick’s Cafe dengan surat transit yang dirampasnya dari dua kurir Jerman.

Surat-surat itu memungkinkan seseorang untuk bepergian dengan bebas di sekitar Eropa yang dikontrol Jerman, termasuk ke Lisbon, Portugal.

Dari Lisbon, relatif mudah untuk sampai ke Amerika Serikat. Dan jelas surat semacam itu hampir tak ternilai harganya bagi para migran Eropa yang terdampar di Casablanca.

Ugarte berencana untuk menjadi orang kaya dengan menjualnya kepada penawar tertinggi, yang dijadwalkan akan bertemu di kafe.

Namun, sebelum pertukaran itu terjadi, Ugarte ditangkap oleh polisi di bawah komando Kapten Louis Renault (Claude Rains). Seorang pejabat yang korup dan berafiliasi dengan Nazi.

Tanpa diketahui Renault, Ugarte meninggalkan surat-surat itu kepada Rick untuk diamankan, karena “entah bagaimana, hanya karena kau membenci aku, kaulah satu-satunya yang aku percayai” demikian ucap Ugarte saat menitipkan surat itu kepada Rick.

Ditengah hiruk pikuk pencarian surat, kepahitan kembali memasuki hidup Rick. Ilsa Lund (Ingrid Bergman) datang bersama suaminya Victor Laszlo (Paul Henreid) untuk membeli surat-surat itu.

Laszlo adalah pemimpin perlawanan dari Ceko yang terkenal dan berhasil melarikan diri dari kamp konsentrasi Nazi. Mereka harus memiliki surat dari Ugarte untuk melanjutkan pelarian ke Amerika.

Ilsa pertama kali bertemu dan jatuh cinta pada Rick di Paris, dia yakin suaminya (Laszlo) telah terbunuh saat ditangkap Nazi. Ketika dia menemukan bahwa Laszlo masih hidup, dia meninggalkan Rick tanpa penjelasan dan kembali ke pelukan Laszlo, Rick merasa dikhianati. Setelah kafe tutup, Ilsa kembali untuk mencoba menjelaskan, tetapi Rick yang mabuk dengan gusar menolak untuk mendengarkan penjelasan Ilsa.

Pada waktu yang berbeda Rick dan Ilsa menyiksa diri sendiri dengan meminta pemain piano klub, Sam (Arthur “Dooley” Wilson), untuk memainkan As Time Goes By, sebuah lagu yang mereka sukai ketika hidup bersama di Paris.

Lirik terkenal “Play it again, Sam,” yang mengacu pada lagu ini, tidak benar-benar muncul di film—Ilsa mengatakan “Play it, Sam,” dan kemudian, Rick memerintahkan “Play It!” Sementara Sam memainkan lagunya, Ilsa mengenang perselingkuhannya yang penuh oleh gairah dengan Rick di Paris.

Perpisahan Rick dan Ilsa terjadi ketika Nazi mulai mendekati Paris, dia menerima kabar bahwa Laszlo masih hidup. Ilsa dan Rick telah berencana untuk naik kereta ke Prancis Selatan untuk melarikan diri dari serangan Nazi. Namun, tiba-tiba Ilsa meninggalkan surat yang menjelaskan mengapa dia harus meninggalkan Rick meski ia sangat mencintainya.

Kembali ke soal surat transit, entah mengapa, Laszlo mencurigai bahwa Rick memiliki surat-surat itu, ia mengajak Rick berbicara dengannya secara pribadi tentang cara mendapatkan surat. Percakapan mereka terputus ketika sekelompok perwira Nazi, yang dipimpin oleh Mayor Strasser (Conrad Veidt) mulai menyanyikan Die Wacht am Rhein (The Watch on the Rhine), sebuah lagu patriotik Jerman.

Mendengar itu, Laszlo marah dan memerintahkan band pengiring untuk memainkan La Marseillaise lagu kebangsaan Prancis. Pemimpin band mencari Rick untuk meminta peresetujuan; Rick mengangguk. Laszlo mulai bernyanyi, ia sendirian pada awalnya, kemudian semangat patriotik yang lama tertahan menarik kerumunan orang di kafe untuk bergabung, dengan cepat menenggelamkan nyanyian lagu patriotik Jerman yang didendangkan oleh Strasser. Sebagai balasan, Strasser memerintahkan Renault untuk menutup kafe.

Malamnya, setelah kafe sepi, Ilsa bertemu Rick, tetapi Rick menolak untuk memberikan surat transit, bahkan ketika Ilsa mengancamnya dengan pistol. Ilsa tidak dapat menembak, ia mengaku masih sangat mencintai Rick. Namun, akhirnya Rick memutuskan untuk tetap membantu Laszlo, dengan syarat Ilsa harus tetap tinggal ketika Laszlo pergi.

Karena keributan di kafe, Laszlo dipenjara. Rick meyakinkan Renault untuk membebaskan Laszlo dan berjanji akan menjebaknya untuk kejahatan yang jauh lebih serius: memiliki surat-surat transit. Namun, tiba-tiba Rick memaksa Renault, dengan todongan senjata untuk membantu Laszlo melarikan diri. Pada saat terakhir, Rick juga merelakan Ilsa naik pesawat ke Lisbon bersama suaminya, memberitahunya bahwa ia akan menyesal jika tinggal bersamanya.

 Perpaduan Romantisme dan Politik

Cerita dalam film ini meski berlatar belakang perang, secara umum justru menggambarkan cinta segitiga yang menarik.

Tidak seperti film perang yang khas dengan adegan taktis pertempuran, di film ini, perang dan nuansanya, hanya berfungsi sebagai kekuatan pendorong bagi jalan cerita, subplot, dan karakter peran.

Ilsa adalah wanita yang dicintai oleh dua pria, dan keduanya bersedia (lebih tepatnya nekat) berpisah dengannya untuk memastikan ia dapat hidup bahagia.

Laszlo, suaminya ingin memastikan keselamatan fisik dan kesejahteraannya. Sementara Rick, selingkuhannya, tak ingin memaksanya untuk hidup bersama sebab cepat atau lambat mereka akan saling mengalami kehilangan yang pahit.

Dihadapkan dengan cinta kepada Ilsa, baik Rick dan Laszlo akhirnya memilih untuk menyingkirkan sifat egois masing-masing dan berkorban demi keselamatan Ilsa, wanita yang amat mereka cintai. 

Intinya, masing-masing sangat mencintai wanita yang sama, masing-masing siap dan rela mengorbankan dirinya demi kebaikan kekasihnya. Ini adalah puncak dari penggambaran cinta sejati—mengorbankan diri bagi orang yang dicintai. Sungguh manis.

Selain penggambaran cerita, semua pemeran Casablanca memberikan penampilan kelas satu, Paul Henreid (Victor Laszlo), yang memerankan pemimpin Ceko yang berani. Karakternya berhasil memancarkan ketenangan dan patriotisme yang tangguh.

Salah satu contoh adalah ketika ia memimpin seisi kafe menyanyikan La Marseillaise, yang dipenuhi dengan air mata, kebanggaan, dan pasti akan menarik hati sanubari siapapaun yang hadir. Ini adalah bentuk pemberontakan terhadap Mayor Heinrich Strasser (Conrad Veidt), sang tentara Nazi yang sering mengunjungi Rick.

Penampilan Bergman sebagai Ilsa Lund juga luar biasa. Aktingnya membawa perasaan, hasrat, dan kemampuan untuk memikat penonton seperti dia memikat banyak orang di film ini.

Penampilan Humphrey Bogart tidak asing bagi beberapa orang yang mengenal perannya dalam film sebelumnya, tetapi aspek romantis dan sentimental dari Rick Blaine yang ia tunjukan dalam Casablanca tidak diragukan lagi telah mempertegas identitasnya sebagai aktor berkelas.

Karakter pendukung semacam Sam (Dooley Wilson) sang pianis kafe dan teman dekat Rick’s tak kala hebat. Ia bukan saja ada di sana sebagai jembatan penghubung romansa Rick dan Ilsa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya, tetapi, dia juga ada di sana ketika Rick mencapai titik terendah karena melihat perempuan yang ia cintai (Ilsa) jatuh dalam pelukan laki-laki lain (Laszlo).

Balada As Time Goes By yang ia mainkan seperti betul-betul mendengung sepanjang film dan menjadi gambaran besar untuk seluruh film.

Claude Rains sebagai perwira Perancis memberikan banyak humor dan warna pada film karena karakternya sering bertentangan dengan dirinya sendiri yang mudah goyah.

Sementara Conrad Veidt benar-benar dapat dipercaya sebagai perwira Nazi yang lapar dan haus akan kekuasaan—yang dengan banyak cara akan menyingkirkan lawan-lawannya

Selain cerita romansa, yang sangat menarik dari film ini adalah unsur politisnya dibalik dilema romantis para pemerannya. Sebut saja propaganda sekutu atau tema patriotik, karakter peran dan jalan cerita yang dimainkan nyaris sejajar dengan kondisi politik dunia saat itu.

Rick mewakili sikap Amerika pra-Pearl Harbor terhadap perang, ketika Negara itu memilih untuk mengadopsi kebijakan isolasionisme dan menahan diri untuk terlibat dalam masalah-masalah dunia.

Kapten Renault menandakan situasi politik yang rumit mengenai Prancis yang merdeka; tidak ada yang tahu di mana kesetiaan dan garis ideologi politik negara. 

Mayor Strasser menggambarkan Nazi dengan superioritas dan hasratnya yang kompleks akan kekuasaan.

Sementara Victor Laszlo mengkarakterisasi populasi gerakan bawah tanah yang nyata dalam perjuangan untuk kebebasan dari penindasan Nazi.

Secara keseluruhan, film ini berjalan dengan baik melalui dialog berlatar belakang perang dan pengembangan karakter secara bertahap.

Sinematografi hitam putih zaman itu dibuat dengan brilian untuk mendukung narasi film. 

Casablanca jelas bukan sekadar film cinta semenjana dengan bumbu kepahitan, kerelaan, dan pengorbanan, lebih dari itu, ia menjelma menjadi simbol politik yang kuat dan penting pada masa itu serta masih relevan hingga kini, lebih-lebih ketika ia menggambarkan soal dampak gelombang migrasi bagi dunia.

Bagi siapapun yang ingin menikmati keanggunan cinta, belajar mencintai secara hakiki, sembari tertarik pada isu-isu kemanusian dan politik, kita bisa menonton Cassablanca, ia akan menjadi refrensi yang amat bagus dan berkelas.

 

Oleh: Petrus Kanisius Siga Tage 

 

 

Baca juga tulisan lain di kolom Resensi atau tulisan menarik lainnya dari  Petrus Kanisius Siga Tage


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai