SDK Malapedho dan Karakter Kepeloporan (2)

Spread the love

[alert type=white ]Baca Bagian 1 di Sini[/alert]

Bagian pertama tulisan menyebutkan bahwa para alumni SDK Malapedho harus memiliki karakter tiga dimensi yakni ke dalam diri, keluar kepada masyarakat dan ke atas kepada Pencipta.

Karakter ini dimiliki oleh para perintis, para guru dan para alumni pendahulu. Kekuatan karakter ini dapat disaksikan saat para alumni dan guru SDK Malapedho ikut mendirikan Koperasi Kredit Sinar Harapan.

Tekad dan kepedulian yang kuat juga terlihat saat mendirikan SMP Pancakarsa pada tahun 1981. Sekarang menjadi SMPN Negeri 2 Aimere.

Saat berdiri, sekolah ini tidak memiliki kursi dan meja. Para tokoh yakni Bapak Rufinus Raga, Bapak Paulus Bhara dan Bapak Arnoldus Wea, yang didukung oleh tokoh masyarakat lain dari Desa Inerie dan Sebowuli memutuskan membongkar lumbung desa.

Kebetulan lumbung desa jarang digunakan. Kayu dan papan lumbung desa masih bagus untuk dijadikan kursi. Kalau dilakukan sekarang pasti mereka sudah ditangkap KPK.

Gedung SMP ini adalah balai desa Inerie, beratap seng dan lantai semen. Bangunan ini sangat hemat energi karena dindingnya adalah naja (bambu yang dicincang). 

Udara segar laut Sawu bisa dengan merdeka masuk dan mendinginkan ruang kelas. Kentut siswa pun cepat menguap, karenanya, tidak akan menimbulkan keributan kecil. 

Ketika SMP partikelir ini berdiri, alumni SDK Malapedho yang sudah menamatkan sekolah guru, pulang mengajar di SMP ini. Honor yang mereka terima sangat rendah. Kalau bukan karena kepedulian sosial, mereka pasti tidak mau pulang.

Dua guru ini adalah Bapak Agustinus Ghedo Turu dan Bapak Benediktus Milo. Yang pertama jago menulis puisi. Puisi-puisi yang membuat nona-nona jatuh hati. Yang kedua jago olah raga dan menanamkan disiplin yang kuat pada para murid.

Harus dikenang keberanian alumni lain yang bekarya di Kupang yakni Bapak Yoseph Juji (almarhum). Almarhum adalah jagoan pidato dengan Bahasa Indonesia yang bagus.

Ia menjadi inisiator pembentukan Yayasan Pendidikan Linariwu. Yayasan ini yang kemudian menjadi badan hukum pendiri SMP Pancakarsa, TK Sinar Harapan dan sekarang mendirikan SMA Katolik St. Kristoforus. SMA ini sedang dalam proses perubahan status menjadi ‘madrasah’ Katolik Negeri dan ditempatkan di bawah Kementerian Agama.

Baca Juga: SDK Malapedho dan Karakter Kepeloporan (1)

Kembali ke itu barang: Karakter. Bagaimana membangun karakter yang kuat dan baik?

Paling tidak ada lima aspek yang mencakup: isi pendidikan, metode pendidikan, keteladanan pendidikan, ruang pendidikan dan konteks lokal pendidikan karakter.

Isi pendidikan karakter dapat diberikan melalui mata pelajaran khusus, misalnya, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Dua pelajaran ini harus menekankan kewajiban horisontal sebagai warga kemanusiaan dan warga negara. Wajah negara yang dekat yakni keterlibatan dalam aktivitas tingkat komunitas atau desa.

Selain itu karakter dapat dibentuk melalui metode pendidikan. Cara belajar kontekstual membantu siswa membentuk kepedulian. Misalnya, saat mengajarkan keterlibatan sebagai warga, siswa dapat diajak menyaksikan pertemuan warga atau rapat di kantor desa. Kepedulian sosial dapat dibangun dengan mengajak siswa mengunjungi warga kampung usia lanjut.

Di atas semua itu, kunci pendidikan karakter adalah keteladanan dalam keluarga. Dia punya kunci itu di rumah, dalam keluarga. Daya lenting anak di masa depan adalah hasil kerja sama antara batang busur, tali busur dan proses menariknya.

Bapa-Mama adalah batang dan tali busur. Proses pendidikan adalah upaya menariknya. Meski guru ‘tarek ukur kuat’ melalui proses di sekolah, anak tak bisa melesar jauh kalau batang busur dan tali yakni orang tua tidak bekerjasama.

Dengan demikian, peran Bapa-Mama dalam pembentukan karakter itu delapan puluh persen, sedangkan guru hanya dua puluh persen.

Sebagai contoh, guru di sekolah boleh saja meminta siswa untuk belajar keras dan banyak membaca demi masa depan. Upaya guru menjadi sia-sia ketika pulang anak-anak tidak menemui contoh di rumah.

Misalnya, saat kecil kita sering mendengar orang tua atau anggota keluarga bilang begini kau pegang terus itu buku, nanti kau makan itu buku. Memang anak harus dilatih bekerja, tapi membiasakan anak membaca adalah juga penting bagi perkembangan wawasan. Semoga kebiasaan mengatakan ini sudah tidak lagi dipratekkan.

Contoh lain adalah soal maki. Sulit bagi guru mengajar anak tidak maki, kalau di rumah anak sering dipanggil dengan makian. Anak diajar berdoa, orang tua tidak pernah berdoa.

Anak diminta mengurangi penggunaan HP, orang tua atau kakak zete (menekan) HP terus. Dengan demikian, keteladanan adalah kunci pembentukan karakter

[alert type=white ]Baca Bagian 3 di Sini[/alert]

 

Oleh: Nikolaus Loy Wea

 

 

Baca juga tulisan lain di kolom Corak atau tulisan menarik lainnya dari Nikolaus Loy Wea

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai