Membedakan Pengutil Murni dan Kleptomania

Spread the love

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kasus seorang ibu yang mengendarai mobil mewah tapi nekat mengutil beberapa batang cokelat di Alfamart.

Dan setelah kasus itu ramai dibicarakan dan dianalisis dari berbagai perspektif, ada banyak netizen yang menduga kalau pelakunya mengidap kleptomania, apalagi setelah beredar foto pelaku yang pernah melakukan tindakan yang sama.

Apakah ibu yang diketahui bernama Mariana itu positif kleptomania? Kita belum bisa pastikan karena butuh proses diagnostik oleh psikiater. Hingga tulisan ini dibuat, kasus tersebut berakhir damai dan status kesehatan mental si pelaku masih abu-abu.

Meski sudah dianggap selesai, bagaimana pun juga, kasus ini telah memancing minat kita untuk mengenal lebih jauh tentang kelainan perilaku yang dinamai kleptomania itu.

Secara umum, kita tahu, kleptomania itu diartikan sebagai dorongan yang tidak terkontrol untuk mencuri barang, tapi apa yang dicuri itu sesungguhnya bukan sesuatu yang dibutuhkan secara pribadi dan bukan untuk tujuan menjadi kaya.

Dari definisi itu, kita bisa simpulkan kalau pengutil orisinal maupun pengidap kleptomania pada dasarnya melakukan tindakan yang sama, yaitu mengambil sesuatu tanpa izin atau tidak sesuai norma yang berlaku. Tapi, hal yang membedakan keduannya adalah motif dan tujuan pelaku.

Kita perlu membedakan kedua jenis pengutil ini karena akan menentukan konsekuensi yang harus diterima akibat tindakan tersebut. Hukum positif di Indonesia telah menetapkan kalau pengutil yang terbukti mengidap kleptomania akan terbebas dari jeratan hukum. Sebagai gantinya, orang tersebut akan mendapatkan pengobatan dan pembinaan di unit perawatan kesehatan jiwa.

Mengenal Kleptomania

Definisi kleptomania tadi sudah disebutkan sebagian di atas, tapi masih ada karakteristik lain yang mempertegas kondisi tersebut. Kondisi ini dikategorikan sebagai gangguan kontrol impuls yang membuat seseorang tidak bisa mengontrol rangsangan atau dorongannya hatinya atau, dengan kalimat yang lebih umum, kondisi itu membuat seseorang melakukan sesuatu (mencuri) tanpa pertimbangan.

Jika kita menelusuri riwayatnya, istilah ‘kleptomanie’ pertama kali diperkenalkan pada tahun 1838 oleh dua dokter dari Prancis, yaitu Jean-Etienne Esquirol dan C.C. Marc. Kita tahu, aktivitas mencuri sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, tapi kedua dokter itu mengamati ada ciri yang berbeda dari kelompok pencuri tersebut.

Ada kelompok yang diketahui tidak dapat mengendalikan dirinya untuk tidak mencuri. Kelompok ini pun dikenal dengan kleptomania, yaitu sebuah istilah yang menggambarkan orang yang mencuri atau mengutil tanpa sengaja dan tidak tertahankan. Impulsif—cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hari—adalah ciri utama kleptomania.

Sejak saat itu, istilah itu mulai dibicarakan dalam literatur ilmiah dan saat ini sudah resmi dinyatakan sebagai bagian dari gangguan jiwa yang termaktub dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)—sebuah panduan untuk menetapkan seseorang menderita gangguan jiwa atau tidak (diagnostik).

Ciri lain yang melekat pada penderita kleptomania biasanya disertai dengan bantu gangguan psikologis yang lain, seperti gangguan suasana hati (mood), kecemasan, dan gangguan makan. Jadi, ada tanda dan gejala tambahan yang penting untuk diketahui, sehingga bisa membedakan dengan perilaku mengutil yang orisinal.

Semenjak kleptomania sudah dikenal, ada banyak peneliti yang melakukan studi lebih lanjut untuk memahami secara mendalam gangguan yang meresahkan bagi banyak orang dan menurunkan kualitas hidup pelaku. Secara umum, Jon E. Grant meringkas gejala kleptomania yang terjadi di berbagai belahan dunia, seperti di bawah ini.

Pertama, penderita kleptomania biasanya mencuri barang kurang bernilai atau murah. Setelah berhasil dicuri, barang tersebut kadang dibuang, ada yang disimpan, dan kadang-kadang dikembalikan secara diam-diam.  Saat melakukannya, pelaku merasa senang dan lega. Tapi anehnya lagi, beberapa lama setelah itu penderita bisa merasa bersalah, timbul penyesalan, bahkan bisa sampai depresi.

Kedua, sebagian besar penderita kleptomania yang ditangkap atau teridentifikasi berjenis kelamin perempuan. Tapi, fakta ini bukan berarti perempuan berpotensi mengalami kleptomania lebih besar dari pria.

Ketiga, penderita kleptomania rata-rata berusia remaja. Tapi, anak-anak yang lebih muda maupun orang tua hingga lansia juga bisa mengidap masalah ini.

Keempat, sebagian besar orang dengan kleptomania mencuri dari toko.

Kelima, kebanyakan penderita kleptomania mencoba berhenti mencuri, tapi selalu gagal dan ketidakmampuan untuk menghentikan perilaku mengutil itu sering menimbulkan perasaan malu dan bersalah .

Bila kita membandingkan ciri-ciri kleptomania di atas dengan pengutil orisinal, memang agak membingungkan, karena sebagian besar karakteristiknya hampir sama. Misalnya, timbul rasa malu dan bersalah setelah ketahuan, toh pencuri asli juga akan mengaku seperti itu kalau ditanya.

Itu artinya, kita tidak bisa menebak atau buru-buru memvonis seseorang hanya dari beberapa informasi yang baru diketahui. Selain butuh pendalaman, tidak semua orang juga bisa memindai gejala kleptomania itu dengan pasti. Butuh ahli seperti psikiater, perawat kesehatan jiwa, dan orang berpengalaman lain yang bisa menetapkan seseorang mengalami kleptomania atau tidak.

Lalu, bila sudah mengetahui seluk-beluk ilmunya, apakah kita bisa memanfaatkan pengetahuan itu untuk mengelabuhi petugas berwajib dengan berpura-pura menampilkan gejala kleptomania agar terhindar dari tuntutan pidana?

Kalau sedang sehat, benar-benar sehat, sebaiknya kita tidak perlu melakukan percobaan seperti itu. Karena bagaimana pun juga, setiap kebohongan yang direncanakan sekalipun, tetap akan ketahuan dengan berbagai metode yang terus berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kleptomania memang gangguan yang tidak mudah disadari sejak dini, sehingga tidak mudah untuk dicegah. Seseorang baru bisa ditetapkan menderita kleptomnia, mungkin setelah terbukti berulang kali melakukan pengutilan. Karena itu, kita semua hanya bisa berwaspada, karena gangguan ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada orang-orang terdekat kita.

Karena kleptomania merupakan sebuah gangguan atau penyakit psikologis, masalah ini juga bisa ditangani atau diatasi dengan berbagai metode. Sejauh ini, pengobatan kleptomania cukup efektif dengan obat Naltrexone. Selain itu, penderita kleptomania juga perlu didukung intervensi psikoterapi dan dukungan untuk sembuh dari kita semua.


Oleh: Saverinus Suhardin
 

Baca juga tulisan lain di kolom Pojok Sehat atau tulisan menarik lainnya dari Saverinus Suhardin

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai