Signifikansi Politik Aliansi Kiri Sekular dan Kiri Agama di Indonesia

Spread the love

Judul : Hubungan Agama dan Marxisme: Sebuah Cerita Lengkap

Pengarang : John Molyneux dan Roland Boer

Penerjemah : Fransisco Hugo dan Coen Husein Pontoh

Editor: Coen Husein Pontoh

Penerbit: IndoPROGRESS

Tahun terbit: 2019

Tebal : 71 halaman

Jenis : Non-fiksi

***

Buku ini terdiri atas dua (2) bagian utama dengan pengantar dari Daniel Sihombing dan biodata para Penulis.

Daniel Sihombing dalam pengantarnya menginterpretasi, konteks pembahasan John Molyneux dan Roland Boer adalah merebaknya fenomena islamofobia dan bangkitnya new atheism atau atheisme baru.

Di balik slogan “agama itu jahat”, “agama simbol peperangan dan konflik”, dan “Islam adalah agama kekerasan”, sebenarnya, tersembunyi ideologi imperialisme untuk mencaplok ranah material.

Agresi militer Amerika ke Timur Tengah dibantu dengan penyebaran slogan dan ideologi semacam itu. Di sisi yang lain, atheisme baru, merujuk pada klaim para intelektual seperti Richard Dawkins, Christopher Hitchens, Sam Harris, dan Daniel Dennett bahwa agama itu jahat, irasional, dan sangat tidak relevan untuk dipertahankan di abad ke-21 ini.

Dua fenomena global ini memantik diskusi Molyneux dan Boer tentang pentingnya perspektif-perspektif keagamaan yang dibangun dengan analisis marxis.

Bagian I “Lebih dari Candu: Marxisme dan Agama” berbicara tentang proposisi dasar filsafat marxis tentang agama sembari mengkritik militansi verbal anti-agama dan kampanye pro-ateis yang dipelopori oleh seorang ahli biologi Richard Dawkins, Hitchens, Daniel Dennett, dan yang lainnya.

Penulisnya, John Molyneux adalah seorang sosialis, aktivis, dan penulis. Ia adalah anggota dari Partai Buruh Sosialis (SWP) British dan Irlandia. Sebelumnya, ia dosen di Portsmouth University. Sekarang, ia tinggal di Dublin. Walau tidak secara eksklusif, ia menulis topik tentang teori Marxis dan seni.

Menurut Molyneux, islamofobia merebak bukan karena kebencian mendalam orang Kristen terhadap Islam yang bisa ditarik sampai pada masa Perang Salib atau konflik dengan Kekaiseran Ottoman.

Alih-alih demikian, islamofobia sesungguhnya dipicu karena pertama mayoritas orang yang menguasai persediaan cadangan minyak dan gas alam terpenting di dunia adalah orang-orang Muslim dan kedua, sejak Revolusi Iran pada 1979, banyak perlawanan rakyat terhadap imperialisme menemukan ekspresinya dalam bentuk Islam.

Molyneux bahkan berani berspekulasi, andaikata orang-orang Timur Tengah dan Asia Kecil yang memiliki cadangan minyak sebesar Arab Saudi atau Irak didominasi oleh orang-orang Budhhist atau Tibet, maka barangkali kita sekarang menghadapi fenomena “Buddhophobia.”

Akan tetapi, fakta bahwa islamofobia dipakai sebagai kedok prinsip ideologis dan pembenaran atas imperialisme dan peperangan telah mendorong pentingnya memahami teori marxis dan orientasi politik yang benar terhadap agama.

Pemahaman yang menyeluruh tentang preposisi dasar marxis tentang agama juga penting untuk memeriksa argumen para penganut atheisme baru seperti Hitchens dan kawan-kawan.

Molyneux membagi pembahasannya ke dalam tiga sub-topik, yaitu pertama, agama dan materialisme, kedua, Dawkins, Hitchen, dan Eagleton, dan ketiga, agama dan politik sosialis.

Bagian II “Cerita Lengkap Marxisme tentang Agama” menjabarkan preposisi-preposisi dasar dari Karl Marx tentang agama. Penulisnya, Roland Boer, profesor di University of Newcastle, Australia dan Distinguished Overseas Professor di Renmin University of China, Beijing.

Pada 2014, ia menerima penghargaan internasional Isaac and Tamara Deutscher Memorial Prize untuk karya paling inovatif dalam tradisi Marxis. Buku terbarunya berjudul Stalin: From Theology to the Philosophy of Socialism in Power.

Boer membagi pembahasannya ke dalam delapan (8) sub tema, yaitu pertama, agama dan politik di Jerman abad ke-19, kedua, mengembangkan sistem, ketiga, teologi Bruno Bauer, keempat, sejarah dunia Max Stirner, kelima, berhala dan jimat, keenam, dua sisi candu: kemenduaan agama, ketujuh, pesona alkitab Engels, dan kedelapan, politik aliansi.

Uraian Molyneux dan Boer sangat relevan dengan situasi Indonesia hari ini. Pertama, terorisme, fundamentalisme, radikalisme, dan intoleransi tidak bersumber dari satu agama mana pun juga.

Oleh karena itu, praktik islamofobia yang cenderung menyalahkan Islam sebagai biang keladi berbagai krisis kehidupan bersama tersebut sangat keliru. Krisis kehidupan bersama terjadi karena praktik ketidakadilan ekonomi politik, bukan karena dogma agama.

Kedua, aliansi politik kiri sekular dan kiri agama penting sekali ditumbuhkan di bumi Nusantara. Sebab, di satu sisi, sejak tahun 1965, politik gerakan kiri di Indonesia macet total.

Di sisi lain, agama, terutama Islam, memainkan peran politik yang sangat dominan sejak perjuangan pergerakan kemerdekaan hingga masa sesudah Reformasi.

Dua fenomena ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan untuk membangun aliansi antara kelompok kiri sekular dan kiri religius.

Saya berpendapat, Pancasila, dasar negara kita memberi dasar hukum yang kokoh untuk kemungkinan aliansi tersebut. Sebab, Pancasila sesungguhnya adalah kompromi antara sosialisme, agama, dan nasionalisme.

Buku ini layak dibaca oleh para intelektual, aktivis, tokoh agama, dan semua saja yang hendak mempelajari signifikansi dan peluang aliansi politik antara kelompok Kiri sekular dan kelompok Kiri religius. Pembaca yang tertarik bisa mengunduhnya secara gratis di sini

Oleh: Silvano Keo Bhaghi

 

 

Baca juga tulisan lain di kolom Resensi atau tulisan menarik lainnya dari Silvano Keo Bhaghi


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai

Satu tanggapan untuk “Signifikansi Politik Aliansi Kiri Sekular dan Kiri Agama di Indonesia

  1. Resensi yang bagus.
    Bukunya terkesan kompleks untuk kami dengan latar belakang pendidikan hukum, karena muatan buku tersebut cenderung sosio-politis..???
    Tapi dengan resensi yang bagus ini kayaknya menantang saya untuk melahap buku ini as soon as possible..
    Makasih Kakak yg sudah bikin resensi dan Redaksi Dhegha Nua yg sudah menerbitkan..
    God Bless You All

Komentar ditutup.