Hidup Bersahabat dengan Semua Orang (Refleksi Atas Pesan Natal Tahun 2019 yang dikeluarkan oleh PGI dan KWI)

Spread the love

Natal tahun 2019 sudah benar-benar tiba. Bayi Yesus sudah dibaringkan di dalam kandang natal. Semarak natal masih basah di telinga dan pikiran kita, semarak natal masih menghiasi sudut-sudut hati dan sudut-sudut kota kita.

Dendang natal yang menjadi penantian selama empat minggu dalam masa adven juga sudah didendangkan, pun warna liturgi juga sudah berubah.

Adven yang kental dengan warna ungu sebagai tanda penantian sudah diganti dengan warna putih sebagai tanda sukacita. Ya, Yesus telah datang sebagai manusia dan membawa sukacita bagi kita semua. Kita semua patut bersukacita sebab Yesus telah lahir bagi kita.

Perayaan natal merupakan suatu bentuk hari raya yang terus diperingati dan dirayakan setiap tahun. Artinya, natal tahun ini tentu tidak berbeda dengan natal-natal yang telah berlalu atau pun natal-natal yang akan datang, sebab pada hakikatnya natal merupakan hari raya peringatan kelahiran Yesus yang berinkarnasi menjadi manusia.

Meski begitu kita tidak sepantasnya menggiring peristiwa natal ke ranah relativisime. Memang natal merupakan perayaan yang pasti dirayakan setiap tahun, namun tidak berarti bahwa kita harus menyepelehkan peristiwa natal dengan tidak menimba kekuatan lewat refleksi dan pemaknaan atas hari natal untuk kita mendapatkan kekuatan-kekuatan rohani baru.

Dalam hal ini, kita sebagai insan religius, harus reflektif dengan menggayung kekuatan-kekuatan rohani dari setiap peristiwa iman termasuk dari perayaan tahunan, perayaan natal Yesus menjadi manusia.

Pada tahun ini, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengeluarkan pesan natal bagi seluruh umat Kristiani di Indonesia dan juga bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan bunyi; “HIDUPLAH SEBAGAI SAHABAT BAGI SEMUA ORANG”  (bdk. Yohanes 15:14-15).

Pesan natal ini didasarkan atas realitas Bangsa Indonesia yang memiliki sejarah panjang dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa yang terdiri atas macam-macam suku, budaya serta keyakinan ini disatukan oleh prinsip Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu yang akhir-akhir ini dirongrong oleh semangat intoleransi yang bermunculan seperti jamur di musim hujan.

Atas dasar inilah PGI dan KWI terdorong untuk memberikan pesan natalnya kepada kita semua untuk kembali berefleksi dan berbenah diri.

Natal: Refleksi Persahabatan

Dalam Pembukaan Injil Yohanes dimaklumkan bahwa Allah berkenan masuk ke dalam sejarah manusia dan menjadi bagian darinya. Firman Allah telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14).

Kedatangan-Nya bertujuan untuk mengubah manusia dan memberi dia hidup baru. Penjelmaan Allah menjadi manusia merupakan prinsip yang amat hakiki dalam memaknai perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam sejarah. Yohanes lalu melanjutkan bahwa cinta Allah yang begitu besar telah menggerakkan-Nya untuk memberikan diri-Nya bagi dunia (3:16).

Dengan memakai kiasan terang dan gelap yang kontradiktif itu,  kedatangan Sang Firman digambarkan sebagai kedatangan Terang Sejati (1:4-5) yang datang untuk menyinari dunia yang ada dalam bayang-bayang kegelapan. Kegelapan itu nyata dalam berbagai wujud, seperti kebencian dan kekerasan.

Baca Juga: Menangkal Fundamentalisme, Merenda Perdamaian (Sebuah Catatan Reflektif Perspektif Kristiani)

Natal sebagai peristiwa kedatangan Yesus sebagai terang sudah menjadi nyata. Sebagai insan religius yang hidup dalam semangat kebangsaan yang satu sebagai sahabat, kita semua, baik umat Kristiani atau pun tidak dihantar untuk berefleksi sudah sejauh mana kita hidup dalam semangat persahabatan itu, apakah kita sudah benar-benar hidup sebagai sahabat yang baik dalam hal ini sudah bisa menerima kehadiran orang lain dengan semua realitas keberbedaannya (ras, suku, budaya dan agama) dengan baik, atau kita masih terjebak dengan sikap intoleransi, sininisme dan primordialisme?

Tentang persahabatan sejati, kita semua harus belajar dari Yesus yang lahir dalam kesederhanaan di Kandang domba sebab Yesus yang telah lahir itu merupakan perintis persahabatan yang sejati. Dia yang adalah raja rela mati di kayu salib demi sahabat-sahabat-Nya.

Sahabat dalam arti ini berarti persahabatan cinta kasih, persahabatan yang rela berkorban satu dengan yang lain. Menurut Yohanes 13:16-17, Yesus yang adalah Tuhan Guru, rela mencuci kaki para murid-Nya sebagai lambang kerendahan hati dan pelayanan-Nya yang tidak mengenal batas.

Injil Yohanes memotret Sang Guru Agung sebagai sosok sahabat yang menyerukan pesan cinta kasih (15:14). Ia memperlakukan mereka yang mempraktikkan cinta kasih sebagai sahabat-sahabat-Nya sendiri.

Relasi antara Guru dan murid, antara Tuan dan hamba, yang mengandung jarak dan kesenjangan, diubah menjadi relasi timbal-balik yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Dalam relasi semacam itu, terkuak ruang-ruang baru bagi berkembangnya nilai-nilai luhur perdamaian, kerukunan, dan pengertian.

Natal tahun 2019 sudah benar-benar tiba. Natal yang agung ini harus menjadi kesempatan bagi kita semua untuk merenungkan bagaimana kita harus menyambut serta menghayati kehadiran Tuhan yang ingin mengubah kegelapan menjadi terang, kebencian menjadi kasih, dan menerima perbedaan dengan sikap saling menghormati.

Merayakan Natal dalam terang kehadiran Ilahi yang menawarkan persahabatan berlandaskan cinta kasih merupakan panggilan bagi kita untuk keluar dari sekat-sekat suku, budaya, agama, dan lain-lain. Bagi kita semua moment natal ini menjadi moment penting bagi kita untuk menggayung air kesegaran bagi kelangsungan hidup kita.

Melalui pesan natal yang dikeluarkan oleh PGI dan KWI kita semua dihantar kepada refleksi persahabatan yang sejati di tengah kemajemukan Bangsa Indonesia. Artinya kita harus bersahabat dengan semua orang tanpa memperhitungkan latar belakangnya dan juga kita harus hidup dalam semangat toleransi yang tinggi.

Akhirnya pesan Natal tahun 2019 adalah pesan persahabatan yang membawa kita kembali kepada sejarah bersama bangsa Indonesia, cita-cita bersamanya, dan perjuangan bersama bagi kemanusiaan, bagi Indonesia yang bermartabat. Selam damai natal untukmu semua.

*) Gagasan kolumnis ini adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi

 

Oleh: Jhoni Lae

 

Baca juga tulisan lain di kolom Gagasan atau tulisan menarik lainnya dari Jhoni Lae

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai