Pariwisata dan Kebudayaan (2)

Spread the love

Bagaimana Kebudayaan memengaruhi Pariwisata? Apa kontribusi Kebudayaan bagi Pariwisata? Dalam bagian kedua tulisan ini, (Baca bagian pertama di sini) pertanyaan-pertanyaan penting ini akan saya bedah.

Pengaruh

Hemat saya, akar yang memungkinkan Kebudayaan pada gilirannya memengaruhi dan berkontribusi bagi Pariwisata ialah fakta tak terbantahkan bahwa Kebudayaan antarbangsa, antardaerah, berbeda-beda.

Ketidakseragaman budaya memungkinkan bangsa yang satu ingin tahu akan budaya bangsa yang lain. Ketaksamaan budaya memungkinkan penduduk daerah yang satu “terganggu” akan budaya daerah lain.

Pariwisata, “ …. comprises the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes” (UNWTO – United Nations World Tourims Organization), lahir dari rasa ingin tahu dan “terganggu”.

Orang pergi ke tempat lain karena ingin tahu. Orang meninggalkan daerahnya karena “terganggu” akan daerah lain. Di sini, dengan segala keunikan dan kelebihannya, Kebudayaan memainkan peran kunci.

Menjadi jelas, Pariwisata tak mungkin lahir bila Kebudayaan semua bangsa, semua daerah itu seragam. Keseragaman tak menimbulkan rasa ingin tahu. Dalam keseragaman, tidak mungkin seseorang merasa “terganggu”.

Kebudayaan hadir serentak sebagai identitas dan “pengganggu”.

Orang bukan Bajawa akan ke Bajawa karena ingin tahu dan “terganggu” akan apa dan bagaimana itu Reba (acara tahun baru adat dan syukur panen). Orang bukan Jawa akan ke Jawa karena penasaraan akan apa dan bagaimana itu Wayang Kulit. Orang bukan Sumba akan ke Sumba untuk meyaksikan apa dan bagaimana itu Pasola. Keunikan budaya masing-masing bangsa, tiap-tiap daerah memungkin orang mulai bepergian. Pariwisata dimulai tepat saat itu.

Kontribusi
Sekarang, apa kontribusi Kebudayaan bagi Pariwisata?. Hasil pertemuan para pakar Pariwisata dunia di Sydney, Australia, pada Januari 2000 menyatakan bahwa wisata masa depan di era milenium akan lebih mengarah kapada wisata budaya.

Indonesia punya kans yang kuat sebagai daerah tujuan wisata di dunia (Hutagalung, 2006). Bidang sosial budaya, sesuai dengan GBHN 1999-2004, menjadikan kesenian dan Kebudayaan tradisional Indonesia sebagai wahana bagi pengembangan Pariwisata nasional (Ardika, 2000).

Keunggulan Pariwisata Indonesia bertumpu pada potensi budaya mendapat porsi paling besar yaitu 60%, potensi alam sebesar 35%, dan diikuti dengan potensi buatan manusia yang mendapat porsi sebesar 5% (Kompas.com, 2017). Menjadi terang, Kebudayaan berkontribusi besar bagi Pariwisata.

Secara lebih konkret untuk konteks Flores, NTT, apa kontribusi Kebudayaan Flores bagi Pariwisata?
Dalam wawancara yang saya lakukan bersama Boe Berkelana, pemandu wisata asal Manggarai Barat yang saat ini menetap (tidak tetap) di Labuan Bajo, Kebudaayaan Flores yang sangat kaya, amat baik dan potensial bagi Pariwisata. “Kebudayan Flores sangat berkontribusi pada experience wisatawan.

Baca Juga: Membangun Pariwisata Model CBT di Flores

Melalui perjalanan dari satu destinasi ke destinasi lain, perjumpaan dari satu budaya ke budaya lainnya, itu tentu menambah kelimpahan pengalaman berwisata/perjalanan wisatawan. Melalui perjumpaan-perjumpaan dengan banyak budaya itu, wisatawan diniscayakan bukan hanya mendapatkan pengalaman berwisata yang enjoyable dan memorable, namun juga meaningful. Ada nilai-nilai hidup yang wisatawan dapat, setelah melihat bagaimana budaya Flores melaui bagaimana cara orang Flores live their lifes….” (via WhatsApp, 9 Desember 2019).

Dalam pengalamannya memandu wisatawan, Boe menemukan dua jenis wisatawan. Pertama, wisatawan yang sudah memiliki persepsi tentang Flores. “Mayoritas wisatawan merasa apa yang mereka persepsikan tentang Flores sejalan dengan pengalaman yang mereka jumpai. Alam yang indah, budaya yang kuat yang diikat melalui sistem-sistem adat tertentu, keramahan warganya yang luar biasa.

Mereka mengagumi cara Orang Flores bercocok tanam, filosofi pembagian lahan pertanian semisal sistem Lingko Lodok di Manggarai, kampung megalitikum penuh sejarah dengan sistem adat yang kuat di beberapa kampung adat di Ngada, juga budaya tenun kain yang luar biasa, dengan motif-motif yang penuh filosofi di tiap daerah….”

Kedua, wisatawan yang datang tanpa persepsi apa pun tentang Flores. “Walau tidak memiliki persepsi khusus akan Flores, justru kadang itu yang membuat mereka menemukan banyak kejutan ketika mengunjungi destinasi. Mereka kaget bahwa masih ada kampung tradisional Bena dengan sistem adat yang kuat, misalnya.

Mereka kaget dengan cara Orang Flores menjadi petani, cara Orang Flores menjalani hidup dari sumber daya yang ada. Kekagetan-kekagetan itu tentu membuat mereka antusias dan menikmati perjalanan wisata.”Dengan ini, menjadi makin benderang, apa kontribusi Kebudayaan bagi Pariwisata.

Intercultural Communication
Terakhir, apa kunci strategis yang memungkinkan keberagaman budaya antarbangsa, antardaerah, dapat bertemu dalam suatu dunia yang kemudian kita sebut sebagai Pariwisata? Jawabannya, komunikasi antarbudaya, intercultural communication.

Sebagai suatu proses transaksional dan simbolik yang berkenaan dengan pemberian makna antara orang-orang dari budaya-budaya yang berbeda (Gudykunst dan Kim, 1984), komunikasi antarbudaya terjadi apabila suatu pesan disampaikan oleh seorang kepada orang lain dari budaya yang berbeda, baik itu berbeda ras, berbeda etnik, berbeda negara asal, berbeda agama, berbeda tingkat ekonomi dan sebagainya (Mulyana, 1991).

Syarat yang diperlukan untuk melakukan komunikasi antarbudaya secara efektif menurut Willbur Scramm, ialah menghormati anggota budaya lain sebagai manusia, menghormati anggota budaya lain apa adanya, menghormati anggota budaya lain yang berbeda dengan cara kita, menyenangi hidup bersama dengan anggota budaya lain (Hutagalung, 2006).

Penjelasan agak panjang terkait arah pembahasan ini, yakni bagaimana sebaliknya Pariwisata memengaruhi Kebudayaan, memengaruhi pemilik asli Kebudayaan yang menjadi sasaran wisata, memengaruhi kehidupan sosialnya, akan saya lanjutkan dalam tulisan berikut. 

*) Gagasan kolumnis ini adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi

Baca juga tulisan lain di kolom Gagasan atau tulisan menarik lainnya dari Reinard L. Meo

 

Oleh: Reinard L. Meo

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai