Selama Pandemi Covid-19, Amankah untuk Hamil?  

Spread the love

Corona negatif, istri yang positif

Itulah salah satu meme yang paling banyak dibagikan ketika wabah korona mulai merebak ke Indonesia, khususnya ketika kebijakan bekerja dari rumah atau imbauan #DiRumahAja mulai diberlakukan.

Seolah-olah karena kebanyakan tinggal di rumah, khususnya bagi pasangan suami-istri, aktivitas hubungan intim makin intens dilakukan sehingga meningkatkan potensi kehamilan.

Kita semua paham, itu sekadar gurauan saja, biar tidak terlalu stres memikirkan pandemi Covid-19 yang terus diberitakan tiap hari. Kehadiran lelucon segar seperti itu kadang diperlukan untuk mencairkan suasana tegang setelah mendengar laporan kasus dan angka kematian yang terus meningkat.

Lambat laun, meme itu seperti menjelma doa yang kemudian jadi kenyataan. Kita pun membaca berbagai laporan di media massa tentang tren peningkatan jumlah ibu hamil selama wabah korona berlangsung.

Apakah variabel tinggal di rumah selama pagebluk Covid-19 memiliki hubungan yang erat dengan peningkatan kehamilan?

Jawaban dari pertanyaan di atas belum bisa dibuktikan secara pasti dengan penelitian. Toh sebelum korona baru ini mulai menyerang pun, angka kehamilan yang dibuktikan dengan lonjakan jumlah pendudukan sudah menjadi kabar lumrah tiap tahun di wilayah +62 ini.

Meski demikian, berita yang banyak beredar lebih banyak mengaitkan dua variabel tersebut. Berbagai laporan di daerah seperti Serang, Jawa Timur, Jawa Barat, dan daerah lainnya menunjukkan adanya peningkatan ibu hamil.

Pada umumnya mereka mengklaim hal itu terjadi sebagai efek samping dari keseringan di rumah karena aturan PSBB atau anjuran bekerja dari rumah saja.

Kita di NTT diwakili oleh Kabupaten Nagekeo yang melaporkan adanya peningkatan kehamilan sebanyak 1.946 wanita selama masa pandemi Covid-19.

Secara  nasional, BKKBN mengonfirmasi adanya lonjakan sebanyak lebih dari 400.000 kehamilan yang tak direncanakan.

Menurut mereka, hal itu terjadi lantaran selama masa PSBB, masyarakat kesulitan mengakses layanan kontrasepsi.

Rupanya isu peningkatan kehamilan di tengah wabah korona menarik perhatian banyak orang. Salah satu tokoh publik, Bapak Ridwan Kamil, ikutan memberi komentar terhadap fenomena tersebut di akun media sosialnya.

Gubernur Jawa Barat itu menuliskan candaannya di Instagram @ridwankamil seperti ini: “Negatif COVID tapi positif hamil. Mohon para suami rada diselowkan dulu, jangan digaskeun teuing (mohon para suami agak dipelankan dulu, jangan terlalu sering).”

Petugas BKKBN Provinsi Bangka Belitung yang sempat viral di medsos juga memberikan pesan yang sama pada masyarakat.

Lewat  pelantang suara dia mengingatkan pada masyarakat untuk menunda kehamilan dulu selama masa pandemi Covid-19. “Tunda hamil dulu, kawin boleh, nikah boleh, hamil jangan,” pintanya. Apakah kita harus mengikuti anjuran tersebut?

Efek  Covid-19 pada Kehamilan
Kalau kita memantau beberapa berita terkait ibu hamil dan Covid-19, memang ada kasus atau satu-dua laporan yang menyebutkan ada ibu hamil yang positif kemudian meninggal dunia.

Bulan Mei lalu di Surabaya ada seroang perawat yang tengah hamil meninggal dunia akibat Covid-19. Lalu, kemarin (4/6) masih di daerah yang sama, ada lagi ibu hamil Meninggal karena Covid-19 yang disusul pula oleh ayah dan ibunya.


Contoh beberapa kasus tersebut tentunya akan menimbulkan persepsi bahwa kehamilan selama pandemi Covid-19 itu sangat tidak aman. Apalagi dikaitkan dengan banyak imbauan dari pihak berwenang seperti BKKBN, orang makin yakin kalau wabah virus korona ini lebih membahayakan pada ibu hamil. Makanya jangan hamil dulu.

Hasil penelitian ilmiah terkait masalah tersebut justru membuktikan sebaliknya. Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan Sina Arabi, dkk., menyimpulkan kalau gejala klinis yang dialami wanita hamil tidak ada bedanya dengan orang dewasa yang tidak hamil, seperti gejala utama batuk dan demam.

Selain itu, semua penelitian yang dilibatkan dalam analisis tersebut menunjukkan tidak adanya transmisi vertikal (dari ibu ke janin) yang terlihat dan semua pasien melahirkan anak yang sehat. Hasil penelitian pada ASI (air susu ibu) juga tidak ditemukan adanya SARS-CoV-2.

Tinjauan sistematis lain yang dilakukan Farida Elshafeey, dkk., juga menunjukkan tren yang sama. Mereka juga menelaah banyak studi (33 penelitian dengan total sampel 385 wanita hamil).

Hasilnya memperlihat kalau antara ibu hamil dengan orang dewasa pada umumnya, bila terinfeksi Covid-19 memiliki gejala klinis dan tingkat keparahan yang sama.

Mereka menyimpulkan tidak ada kaitan antara Covid-19 dengan kondisi kehamilan hingga proses persalinan yang buruk.

Tetap Lebih Waspada
Penulis sengaja memilih studi jenis tinjauan sistematis dan meta-analisis untuk menelaah masalah ini karena metode tersebut dianggap paling dipercaya dalam hirarki penelitian ilmiah, khususnya bidang kesehatan.

Karena itu, kita bisa menyimpulkan dengan yakin bahwa kehamilan selama pandemi Covid-19 tidak lebih berbaya bila dibandingkan dengan populasi lain yang tidak sedang hamil. Artinya, secara umum kita bisa hamil seperti biasanya.

Meski begitu, masih berdasarkan rekomendasi penelitian juga, kalau memang kita telah mantap memutuskan untuk hamil, maka tingkat kewaspadaan terhadap infeksi SARS-CoV-2 atau sumber penyakit lainnya makin dinaikkan.

Bagaimanapun juga, secara umum kondisi fisiologi ibu hamil agak berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Apalagi ditambah dengan penyakit infeksi misalnya, maka kebutuhan metabolismenya makin meningkat, dan pada gilirannya agak membahayakan dirinya sendiri serta janin.

Oleh karena itu, ibu hamil atau keluarga yang merencanakan ada momongan selama wabah ini masih berlangsung, diharapkan lebih waspada dari kondisi biasanya.

Prinsip pencegahan yang dianjurkan WHO pada ibu hamil juga tidak berbeda jauh dengan populasi pada umumnya.

Ibu hamil harus melakukan langkah pencegahan seperti rajin mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir, atau cairan antiseptik berbahan dasar alkohol, menjaga jarak dengan orang lain,—setidaknya 1 meter, terutama dengan orang yang sedang batuk atau bersin.

Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut, jaga kebersihan pernapasan. Tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan siku yang terlipat atau tisu, lalu segera buang tisu bekas tersebut ke dalam tempat sampah tertutup.

Ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan baik yang terjangkit COVID-19 maupun tidak, harus menjalani perawatan kesehatan rutin seperti biasanya.

Hubungi bidan atau tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah Anda untuk mendapatkan layanan pemantauan atau pemeriksaan rutin, sehingga bisa mendapatkan bantuan lebih cepat bila ditemukan adanya risiko terjadi hal yang buruk pada kehamilan.

Segera mencari pertolongan medis jika demam, batuk, atau kesulitan bernapas. Hubungi via telepon sebelum pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan, dan ikuti arahan dari dinas atau petugas kesehatan setempat.

Kita kembali pada pertanyaan awal, perlukan menunda kehamilan dulu?

Silakan Anda memutuskan sendiri berdasarkan pertimbangan di atas, sebab setiap keputusan tentunya menuntut tanggung jawab yang serius dari Anda sendiri bersama keluarga.

Sebaliknya, bila Anda menunggu Covid-19 berakhir dulu baru merencanakan kehamilan, memangnya sudah dipastikan sampai kapan? Selamat memutuskan pilihan Anda.


Oleh: Saverinus Suhardin
 
Baca juga tulisan lain di kolom Pojok Sehat atau tulisan menarik lainnya dari  Saverinus Suhardin


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai