Meredam Kepanikan Akibat Desas-Desus Covid-19

Spread the love

Tema seputar Novel Corona Virus 2019 (nCoV-19) yang kemudian dalam perjalanannya dinamai Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), sebenarnya sudah ditulis dengan baik dan cukup lengkap oleh Rusni Tage di website arnolduswea.com ini pada edisi Jumat, 24 Januari 2020 lalu.

Tulisan yang berjudul, “Ancaman Coronavirus dan Berbagai Hal yang Harus Kita Perhatikan” itu sudah membahas kisah awal mula munculnya virus corona versi baru tersebut; karakteristik virus dan proses penularannya; tanda dan gejala jika teinfeksi; dan tindakan pencegahan yang bisa dilakukan secara mandiri.

Tulisan yang berisi informasi dasar seperti itu sangat penting untuk memberi pemahaman yang baik buat khalayak umum. Masyarakat yang memiliki informasi yang memadai, biasanya lebih tenang menghadapi tantangan, termasuk dalam ancaman wabah virus baru tersebut.

Bila kita telusuri pada sumber lain, tulisan serupa (pengenalan COVID-19) juga sudah banyak diproduksi dan tersebar ke mana-mana. Sebaran informasi yang masif seperti itu mestinya berbanding lurus dengan kesiapan warga yang mestinya  terlihat lebih tenang.

Kenyataan berkata lain. Semenjak ada pengumunan resmi dari pemerintah (Kemenkes RI) tentang dua warga Depok yang dinyatakan positif COVID-19, tanda-tanda kepanikan mulai nampak melalui berbagai perilaku warganet. Semakin banyak warganet yang mengungkapkan perasaan kekhawatirannya lewat akun media sosial. Unggahan tersebut berbaur dengan beberapa berita hoaks atau dituliskan secara bombastis. Muncul pula “para ahli” baru di media sosial yang mengaitkan COVID-19 dengan berbagai analisa yang cenderung ngawur.

Kondisi tersebut membuat orang makin panik. Seolah-olah lingkungan di sekitar sudah tidak aman lagi, sehingga harus membeli stok kebutuhan pokok sebanyak-banyaknya untuk ditimbun di rumah (panic buying). Termasuk memborong dan menimbun stok masker, larutan pencuci tangan berbasis alkohol, dan perlengkapan lain yang mestinya terdistribusi secara merata ke seluruh masyarakat.

Gejala kepanikan itu juga terasa hingga ke daerah seperti Kota Kupang dan NTT pada umumnya. Tidak berselang lama setelah pengumuman dua orang pertama yang positif mengalami COVID-19, desas-desus bermuncul lewat berbagai postingan individu warganet maupun media daring yang berburu clickbait. Saking hebohnya, ada seorang warga  terpaksa melaporkan ke polisi karena difitnah terinfeksi Corona.

Berbagai fenomena tersebut menuntun kita pada kesimpulan yang lebih mengerucut. Ternyata tidak hanya karena kurang informasi, pada kondisi tertentu, informasi yang berlebihan tanpa kontrol dari pihak berwenang justru meningkatkan kepanikan bagi masyarakat umum.

Informasi yang benar dan jelas sangat dibutuhkan ketika menghadapi situasi genting seperti wabah COVID-19 ini. Tulisan editorial dari salah satu jurnal ilmiah internasional yang bereputasi, The Lancet, mengatakan kalau pandemi COVID-19 mungkin tidak dapat dicegah, tapi informasi yang diverifikasi (benar sesuai fakta) menjadi media pencegahan paling efektif untuk masalah panik.

Memang sejak awal kemunculannya, isu seputar COVID-19 ini sudah banyak direcoki kabar rumor yang tidak terkendali. Bahkan sampai disebut kalau virus Corona tersebut kalah viral dengan kabar hoaksnya. Anehnya lagi, penelitian membuktikan kalau kabar burung seperti itu malah lebih laku dibandingkan dengan kabar yang sebenarnya; lebih viral desas-desus dari pada keterangan resmi dari lembaga berwenang.

Serangan kabar hoaks dari berbagai arah tersebut tentu saja kontraproduktif dengan upaya mengurangi dampak sebaran infeksi yang semakin meluas. Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus sampai berkata, We’re not just fighting an epidemic;
we’re fighting an infodemic
.”  Kita tidak hanya memerangi epidemi (wabah COVID-19); kita juga sedang berjuang melawan infodemik (wabah informasi hoaks).

Bila sudah sedemikian parahnya, apa yang sebaiknya kita lakukan? Jawabannya tentu saja, –mau tidak mau; suka tidak suka— kita harus aktif mencari sendiri informasi yang akurat dari sumber yang kredibel. (Tanpa bermaksud arogan, media yang sedang Anda baca ini tergolong salah satu yang bisa dipercaya karena setiap tulisan divalidasi terlebih dahulu sebelum tayang).

Informasi paling akurat mengenai COVID-19, bisa kita dapatkan dari dua sumber utama. Pertama, bila ingin mengetahui situasi global, langsung mengunjungi situs web milik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di sini kita memantau informasi yang jelas dan lengkap, mulai dari sebaran wilayah yang terifeksi; jumlah penderita yang terlapor secara reguler; metode penanganan pasien; cara pencegahan; dan informasi terkait lainnya.

Kedua, melalui situs web Kementerian Kesehatan RI, kita bisa mendapatkan informasi yang lebih spesifik mengenai kondisi dalam negeri yang berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi infeksi COVID-19. Hampir sama dengan WHO, pada situs web ini kita mendapatkan informasi secara jelas mengenai perkembangan wabah tersebut; data pasien yang dalam pengawasan, pemantauan, hingga yang sudah positif terdiagnosis COVID-19; tata laksana penanganan; pencegahan; informasi RS rujukan di seluruh Indonesia; dan informasi penunjang lainnya.

Baca Juga: Ancaman Coronavirus dan Berbagai Hal yang Harus Kita Perhatikan

Dari kedua situs web yang saling berhubungan itu saja, mestinya kita bisa lebih tenang. Kita akan lebih waspada, tapi tanpa perlu adanya kepanikan yang justru merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Kenapa kita tidak perlu panik?

Pertama, virus Corona ini bukan masalah yang sama sekali baru. Sebelumnya sudah ada wabah virus Corona jenis lain seperti SARS dan MERS. Meski virus Corona baru ini berbeda, tapi metode penanganan terhadap penyakit infeksi kurang lebih tetap sama. Pengalaman menghadapi wabah sebelumnya cukup menjadi petunjuk yang baik dalam penatalaksanaanya.

Rentang waktu antara munculnya virus baru ini di Wuhan-China hingga masuk ke Indonesia yang lumayan lama memberi keuntungan tersendiri. Metode penanganan yang diberikan semakin akurat, karena berdasarkan pengalaman atau riset pada kasus-kasus sebelumnya.

Kedua,  dari segi laporan kejadian juga menujukkan tren yang membaik. Pasien baru yang terinfeksi semakin menurun, sedangkan jumlah yang dilaporkan sembuh terus meningkat. Kalau pun ada yang meninggal dunia, sebagian besar dari kelompok usia lanjut dan memiliki penyakit penyerta lainnya (komorbid) seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler yang memperlemah sistem imunitas.

Ketiga, mengenai keraguan terhadap kemampuan pemerintah RI dalam menangani kasus ini sangat tidak relevan. Indonesia sebagai bagian dari WHO, tentunya melakukan berbagai upaya sesuai arahan lembaga yang mengurusi kesehatan di seluruh dunia tersebut. Standar penatalaksaan dalam bidang medis di seluruh dunia dipastikan sama, berdasarkan hasil riset atau bukti praktik.

Keempat, semua anjuran yang berkaitan dengan upaya pencegahan tersedia cukup memadai pada kedua situs web utama tersebut. Kita diharapkan mampu mengaplikasikannya secara benar dan kosisten. Kalau kita menderita demam, batuk, dan sulit bernapas, cari bantuan medis dengan menelepon terlebih dahulu supaya cepat diarahkan ke fasilitas kesehatan yang tepat. Sudah beredar daftar RS rujukan COVID-19 di seluruh Indonesia. jika masih sangsi, bisa hubungi Kemenkes RI lewat nomor ponsel: 081212123119.

Berkaitan dengan pentingnya informasi publik dalam situasi waspada seperti ini, penulis sangat kecewa dengan lemahnya komunikasi publik Pemprov NTT berkaitan dengan isu COVID-19.

Sebagai sampel saja, coba kita cek situs web milik Pemprov NTT, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, RSUD Prof.Dr.W.Z. Johannes Kupang, dan Dinas Kesehatan Kota Kupang; apakah tersedia informasi yang memadai terkait COVID-19 untuk masyarakat NTT? Pantauan penulis hingga tanggal 6 Maret 2020, situs web tersebut sama sekali tidak memberikan informasi atau promosi kesehatan mengenai COVID-19. Kita hanya menyaksikan sebuah halaman web yang sudah lama tidak diperbaharui informasinya. Sungguh sebuah ironi di era revolusi industri 4.0 yang hanya kencang dibicarakan; tapi lamban dikerjakan.

Apakah hal ini tidak disadari? Padahal, desas-desus mengenai penyakit ini di NTT sangat masif terjadi. Mestinya, lembaga resmi seperti ini menjadi oase atau sumber rujukan bagi masyarakat yang mengalami kegamangan akibat berjubelnya informasi hoaks. Kepanikan yang tidak perlu sebenarnya bisa diredam dengan informasi yang tepat dan jelas. Semoga kita masih punya niat belajar dari peristiwa ini.

Oleh: Saverinus Suhardin

 

Baca juga tulisan lain di kolom Pojok Sehat atau tulisan menarik lainnya dari  Saverinus Suhardin

 

 


Spread the love

Mungkin Anda Menyukai